“Banyak mutasi yang frekuensinya meningkat pada virus corona yang tersebar di Desember 2020 dan Januari 2021,” katanya.
Efeknya seperti mutasi D614G yang mengkode protein S. Berdasarkan hasil riset, mutasi itu memudahkan SARS-CoV-2 masuk atau menginfeksi sel target di dalam tubuh orang. Selanjutnya virus akan bereplikasi. Mutasi D614G itu, menurut Marselina, merupakan ciri khas pada kelompok virus G, GR, GH, dan GV yang baru.
Mutasi virus SARS-CoV-2 akan meningkat seiring transmisi yang tinggi. Virus yang masuk ke dalam sel tubuh manusia juga kemungkinan bermutasi. Namun pengelompokan virus dan mutasinya itu, kata Marselina, tidak sepenuhnya menyebabkan reaksi atau gejala yang berbeda pada orang terinfeksi Covid-19.
Dalam kondisi seperti itu, Marselina menegaskan, upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19 menjadi penting. Caranya dengan disiplin memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas dan interaksi langsung.
“Tujuannya agar virus tidak menyebar dan bermutasi, jangan sampai virus dapat kesempatan untuk melakukan perubahan-perubahan,” ujar Marselina.
Beberapa varian SARS CoV-2 yang ditemukan di Brasil dan Afrika Selatan terbukti di laboratorium menurunkan kemampuan antibodi tubuh untuk melakukan reaksi perlawanan terhadap virus varian baru. Sejauh ini menurut Marselina, temuan serupa belum ada di Indonesia. Namun, sistem imunitas tubuh perlu dibangun sambil menjaga gaya hidup seperti cukup tidur. “Sistem imun yang menjadi garda depan untuk melindungi penyakit apa pun,” katanya.
Baca juga:
Berita Terkini Covid-19 Global: Inggris Geser Rusia, Virusnya Bermutasi Lagi
Terkait dengan imunisasi yang tengah diberikan di Indonesia, vaksin dinilainya masih berguna. “Vaksin masih tetap efektif terhadap varian virus corona yang ditemukan di Indonesia, kalau yang (varian) baru belum tahu,” kata dia. Menurutnya perlu penelitian soal efektivitas vaksin terhadap virus SARS-CoV-2 dari varian baru.