TEMPO.CO, Wellington - Selandia Baru pada pekan lalu, tepatnya Rabu 14 April 2021, memutuskan menghentikan ekspor ternak melalui laut dengan alasan kesejahteraan hewan. Berlaku masa transisi selama dua tahun ke depan sebelum larangan diterapkan sepenuhnya.
Larangan ekspor hewan hidup lewat laut itu di sambut baik kelompok pemerhati kesejahteraan hewan. Namun, sebagian kalangan yang lain mengkhawatirkan keputusan bakal mempengaruhi hubungan dengan mitra dagang utama Selandia Baru, termasuk Australia dan Cina.
Bahkan badan industri peternakan setempat mengaku terkejut. "Kami tidak memiliki informasi pelanggaran tingkat tinggi yang telah terjadi terhadap standar ekspor ternak melalui laut," kata juru bicara Federasi Petani Selandia Baru Wayne Langford.
Sejak izin diberikan per 2015 lalu, ekspor ternak hidup melalui laut menyumbang sekitar 0,2 persen dari pendapatan ekspor sektor primer Selandia Baru. Nilainya, rata-rata, sekitar 42,32 juta dolar AS (sekitar Rp 619 miliar) per tahun dari 2015 hingga 2019.
Adapun pada tahun lalu, Selandia Baru tercatat mengekspor 113.285 sapi melalui laut. Angka ini meningkat tajam dari 39.479 sepanjang 2019 dan 16.938 pada 2018. Nilai ekspor tahun lalu disebut Langford mencapai $250 juta.
Di tengah peningkatan itu, pemerintah Selandia Baru pada tahun lalu memang pernah mengatakan sedang meninjau standar ekspor ternak hidup. Saat itu menyusul peristiwa kapal ternak Gulf Livestock 1 tenggelam di Laut Cina Selatan karena terjangan taifun. Sebanyak 5.800 ekor sapi serta 41 dari 43 awak kapal tewas dalam insiden itu.
"Kami belum dapat menjamin keamanan hewan-hewan ini di laut dan itu adalah risiko yang tidak dapat diterima untuk Selandia Baru," kata Menteri Pertanian Damien O'Connor menjelaskan soal pelarangan ekspor lewat laut yang akhirnya diputuskan.
Menurut O'Connor, para mitra dagang utama Selandia Baru telah diberi tahu tentang keputusan tersebut. Dia mengungkapkan bahwa, meskipun ada perbaikan proses, perjalanan laut yang panjang ke pasar belahan bumi utara terus menimbulkan tantangan bagi kesejahteraan hewan.
"Saya menyadari pentingnya hubungan perdagangan dengan mitra internasional dan kami berkomitmen untuk bekerja sama dengan mereka saat kami beralih dari pengiriman ternak melalui laut," katanya.
Saat ditanya mengenai adanya kekhawatiran bahwa langkah tersebut akan mengecewakan Cina, importir utama ternak hidup dari Selandia baru, O'Connor menjawab, "Ini bukan tentang Cina. Ini tentang kesejahteraan hewan dan reputasi kami."
Bangkai hewan ternak mengapung di area tempat Gulf Livestock 1, sebuah kapal kargo pengangkut ternak dan puluhan awak kapal yang hilang usai diterjang Taifun Maysak, di Laut Cina Timur, di sebelah barat pulau Amami Oshima di barat daya Jepang, 3 September 2020. Japan Coast Guard/Handout via REUTERS
Direktur eksekutif World Animal Protection New Zealand, Simone Clarke, mengatakan keputusan itu adalah momen penting dalam sejarah Selandia Baru untuk perlindungan hewan. Menurut dia, keputusan tersebut harus diikuti oleh pemerintah lain di seluruh dunia.
Perkembangan terbaru dari implementasi kebijakan itu, Pelabuhan Taranaki di Distrik New Plymouth menyatakan akan memanfaatkan secara maksimal masa transisi dua tahun untuk tetap menyediakan layanan dan fasilitas ekspor ternak. Alasannya, pelabuhan itu baru beroperasi melayani kapal-kapal ternak awal tahun lalu.
Ribuan sapi ternak mati usai terbaliknya kapal Lebanon yang membawa 5.000 sapi ternak berserta 750 ton minya di pelabuhan Vila do Conde di Bacarena, Brasil, 10 Oktober 2015. Ribuan sapi tersbeut merupakan milik Minerva SA. REUTERS
Sebanyak sekitar 113 ribu sapi Friesian telah dikirim ke Cina lewat Taranaki pada tahun lalu. "Kami menyediakan fasilitas untuk eksportir, dan kami akan tetap komitmen menyediakannya kepada para pelanggan yang memang berhak untuk melakukan perdagangan--ekspor ternak adalah di antaranya," kata Pejabat di Pelabuhan Taranaki, Guy Roper, Senin 19 April 2021.
Pemimpin Distrik New Plymouth Anneka Carlson menyayangkan pernyataan Roper. Dia sebelumnya telah menyerukan pelarangan ekspor ternak lewat laut agar bisa diterapkan lebih cepat.
"Kita bisa saja langsung menghentikannya (ekspor ternak hidup lewat laut). Pelabuhan Taranaki memiliki kesempatan untuk memberi contoh," katanya sambil menegaskan bahwa masa transisi diberikan bukan berarti isu kesejahteraan hewan baru akan ditegakkan per 2023.
ANTARA | REUTERS | STUFF
Baca juga:
Video Viral Pengunjung Beri Makan Kuda Nil Sampah Plastik, Ini Reaksi TSI