TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu kejahatan digital yang masih marak ditemui yaitu penipuan yang menggunakan Short Message Service atau SMS yang mengatasnamakan provider. Isi SMS penipuan tersebut biasanya mengiming-imingi nasabah hadiah berupa uang tunai hingga benda-benda berharga seperti, emas dan mobil.
Banyak modus-modus SMS penipuan seperti, meminta pulsa, uang tebusan untuk mengambil hadiah undian, hingga meminta sejumlah uang untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi pada salah satu keluarga korban. Dalam mengirim pesan tersebut, SMS penipuan biasanaya menggunakan nomor pribadi dan tidak mengatasnamakan provider.
Adapun redaksi yang digunakan untuk menipu nasabah maupun pengguna provider seperti, “Pelanggan Yth. Sejak 09/05/2021 Anda memiliki +1000 KOIN PULSA. Silahkan Hub *858*44# untuk SEGERA Ambil Kembali. Bisa Tukar Pulsa. Hangus Dlm 15 Menit *858*44#.”
Selain itu, penipu biasanya menawarkan pinjaman uang kepada korban dengan berbagai macam redaksi pesan yang bersifat persuasif. Lebih lanjut, penipu juga sering mengirimkan isi pesan yang memasukkan karakter angka maupun huruf di dalam pesannya.
“Kr3dit Tanp4 Anggun4n Min 5Jt S/D 500Jt. Deng4n Bung4 2% P3rtahun Pr0ses C3pat D4n Mud4h 100% real, Jika Berminat Silahkan Hubungi Whatsapp (nomor penipu),” begitulah redaksi yang sering digunakan para penipu melalui SMS.
Menurut Wakil Presiden Direktur PT Hutchison 3 Indonesia, Danny Buldansyah, maraknya kasus penipuan melalui SMS disebabkan oleh bonus yang diberikan oleh operator. ‘Fasilitas’ ini digunakan oleh oknum penipu untuk menghubungi banyak nomor dan mengirimkan SMS ke ratusan nomor.
Fasilitas yang diberikan tersebut biasanya bersifat ke sesama jaringan lokal atau SLJJ antara dua pelanggan sesama operator. Hal ini juga sering disebut sebagai On-Net.
Salah satu penyebab masuknya SMS penipuan ke nomor-nomor korban adalah kebocoran data pribadi salah satunya ketika mendaftarkan SIM card. Sejak diberlakukan pada Oktober 2017, pendaftaran SIM card menggunakan KTP bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan nomor pelanggan, sekaligus komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan konsumen sekaligus kepentingan national single identity.
Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2014-2019, Rudiantara mengatakan, kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi masalah kenyamanan pelanggan. Sebelumnya sudah banyak keluhan dari pelanggan, salah satunya menerima SMS blast yang tidak jelas.
Namun, hal ini tidak berjalan sebagai mana mestinya, sebab, pada Februari 2018 lalu Rudiantara sempat mengutarakan pendapatnya mengenai semakin membludaknya kasus penipuan melalui SMS, walaupun sudah melakukan pemdaftaran SIM card menggunkan KTP.
Ia mengatakan, pasca registrasi SIM card prbayar tidak menjamin bersih dari SMS penipuan, namun ia menjamin bahwa kasus tersebut akan berkurang. Dalam memperkuat kemanan informasi pribadi, saat itu Kominfo bekerjasama dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia atau BRTI untuk menyiapkan prosedur memblokir nomor.
GERIN RIO PRANATA
Baca juga: Polisi Ringkus Komplotan Penipuan Undian Berhadiah Lewat SMS