TEMPO.CO, Jakarta - Demam Berdarah merupakan satu penyakit endemic yang sering menjangkit tiap wilayah tropis dan subtropis, Indonesia termasuk negara tingkat penderita DBD termasuk tinggi.
Mengutip dari laman kemenkes.go.id 30 November 2020 sebanyak 73,35% atau 377 kabupaten/kota sudah masuk Incident Rate (IR) yakni menunjukan kurang dari 49/100 ribu penduduk. Dengan kenaikan kasus hingga 51 penambahan kasus DBD dan 1 penambahan kematian akibat DBD.
Salah satu pencegah infeksi DBD adalah gunakan nyamuk ber-Wolbachia, Wolbiach diartikan sebagai bakteri di dalam tubuh serangga salah satunya nyamuk. Kerjanya pada nyamuk yakni melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.
Nyamuk aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypty betina maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblok. Lantas bila yang berwolbachia nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia. Kemudian begitu seterusnya sehingga virus dengue yang ada di dalam tubuh nyamuk akan lumpuh dan tidak akan menular ke manusia.
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa dengan pemanfaatan nyamuk Wolbachia merupakan satu metoda baru pengendalian infeksi DBD. Pada Jumat, 21 Mei 2021 lalu, pemanfaat serupa juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dengan program disebut Si Wolly Nyaman.
Dilaksanakannya program ini merupakan kerja sama antara World Musquito Progra (WMP) Yogyakarta, UGM, dan dukungan Yayasan Tahija. Latar belakang diterapkan metode ini menurut Bupati Sleman Dra. Kustini Sri Purnomo sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap kesehatan warganya.
“Manfaat program ini untuk mengurangi kasus penularan lokal DBD di Sleman, minimal sampai 50 persen," katanya seperti yang dikutip dari laman ugm.ac.id.
Secara simbolis, pelaksaan program nyamuk berwolbachia ini ditandai peletakan ember yang berisikan nyamuk berwolbiach yang dipimpin langsung oleh Bupati Sleman.
Pihak yang terlibat adaptasi pemanfaat nyamuk berwolbachia, WMP Yogyakarta, turut menjelaskan efektivitas dari adaptasi metode pemberantasan DBD. Adapun Project Leader Prof. Adi Utarini, mengatakan bahwa adapatasi di Yogyakarta sebelum ini telah terbukti menurunkan 77 persen kasus DBD.
Ia melanjutkan sisi lain yang bisa diambil manfaatnya yakni adaptasi metode pemanfaat nyamuk berwolbiach terbukti aman bagi lingkungan dan manusia.
Walaupun demikian penerapan ini dilakukan di tengah masyarakat, Kustini selalu mengimbau masyarakat untuk konsisten menjaga kebersihan berperilaku hidup sehat juga serangkaian Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Diketahui sejak 16 Februari 2021 ada hampir 22 ribu ember yang secara rutin akan diisi telur nyamuk ber-Wolbachia disalurkan kepada masyarakat. Tersebar di 20 Puskesmas, di 13 kapanewon, 39 kalurahan, dan 588 padukuhan di Sleman dengan mempertimbangkan tingkat angka kejadian DBD di wilayah yang bersangkutan.
TIKA AYU
Baca juga: DBD Mulai Melanda, Jangan Bosan dengan Aksi 3M Plus