TEMPO.CO, Jakarta - Lonjakan kasus Covid-19 membuat pemerintah menggenjot vaksinasi. Dilansir laman resmi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, per 27 Juni 2021, sebanyak 181.554.465 orang menjadi target sasaran vaksinasi nasional. Di tengah gencarnya upaya vaksinasi, polemik terkait vaksin AstraZeneca mencuat.
Polemik tersebut muncul berkaitan dengan penghentian distribusi dan penggunaan vaksin AstraZeneca oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Melansir dari laman resmi Kemenkes RI, penghentian distribusi dan penggunaan vaksin ini bertujuan untuk pengujian sterilitas dan tingkat ketoksikan vaksin ini. Adapun, penghentian ini hanya dilakukan terhadap vaksin AstraZeneca batch CTMAV547.
Batch ini berjumlah 448.480 dari total 3.852.000 dosis vaksin AstraZeneca. Jumlah total ini diterima sejak 26 April 2021 melalui Covax Facility WHO. Sebagian dari batch, sebelum dihentikan, telah didistribusikan untuk TNI dan dua daerah, yaitu DKI Jakarta dan Sulawesi Utara.
Beberapa gejala Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang terjadi ditengarai karena batch CTMAV547 ini. Hal ini juga yang kemudian menjadi alasan Kemenkes untuk menghentikan distribusinya dan memulai pengujian.
Meskipun banyak polemik terkait penghentiannya, Kemenkes menegaskan bahwa vaksin AstraZeneca tetaplah aman untuk digunakan. Penghentian tersebut bukan berarti vaksin AstraZeneca tidak aman, melainkan bentuk kehati-hatian pemerintah dalam melakukan vaksinasi. Ini adalah bentuk kehati-hatian pemerintah untuk memastikan keamanan vaksin ini.
Kementerian Kesehatan menghimbau masyarakat untuk tenang dan tidak termakan oleh hoax yang beredar. Masyarakat diharapkan selalu mengakses informasi dari sumber terpercaya,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, sebagaimana dikutip dari laman resmi Kemenkes RI.
Kemenkes juga menegaskan bahwa vaksinasi dengan menggunakan vaksin AstraZeneca akan tetap dilakukan. Sebab, vaksinasi membawa manfaat yang besar bagi upaya penanganan Covid-19 di Indonesia. Selain itu, Kemenkes juga menegaskan bahwa, hingga saat ini, tidak ada kasus orang meninggal karena vaksinasi Covid-19 menurut data Komnas KIPI. Dalam beberapa kasus, orang yang meninggal setelah vaksinasi disebabkan oleh penyakit bawaan, bukan karena vaksinasi itu sendiri.
Hasil penelitian di inggris menunjukkan bahwa 21 hari pasca penyuntikan dosis tunggal vaksin AstraZeneca atau Pfizer-BioNTech, terjadi penurunan angka infeksi COVID-19 sampai 65 persen. Ini termasuk penurunan infeksi dengan gejala sampai 74 persen dan penurunan infeksi tanpa gejala yang dilaporkan sampai 57 persen.
Melalui akun instagram, Kemenkes juga menegaskan bahwa Vaksin AstraZeneca telah memperoleh Emergency Use Listing (EUL) dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Selain itu, izin penggunaan darurat (EUA) dari otoritas kesehatan di 70 negara di dunia, termasuk Indonesia, juga telah dikantongi vaksin tersebut. Hal tersebut didukung dengan adanya penurunan jumlah kasus infeksi, angka rawat inap, dan angka kematian yang signifikan pasca vaksinasi COVID-19, termasuk penggunaan vaksin AstraZeneca di beberapa negara Eropa.
Adapun, penggunaan vaksin AstraZeneca tetap menimbulkan efek samping. Meskipun demikian, Kemenkes menjelaskan bahwa efek samping yang timbul karena vaksin AstraZeneca hanyalah gejala ringan, seperti kebas dan pegal di daerah penyuntikan.
BANGKIT ADHI WIGUNA
Baca juga: Oxford: Penggabungan Vaksin COVID-19 AstraZeneca dan Pfizer Tingkatkan Immune