TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia menempati peringkat ke-8 negara penghasil emisi gas rumah kaca di dunia menurut data World Resource Institute (WRI) pada 2018. Ironis mengingat Indonesia adalah paru-paru dunia. Lantas apa saja penyebab meningkatnya emisi gas karbon?
Dosen Fakultas Perikanan Univeritas Airlangga (Unair), Wahyu Isroni, mengatakan terjadinya pemanasan global akibat efek rumah kaca tak lepas dari peningkatan karbon karena aktivitas manusia. Deforestasi hutan juga memperparah hal ini. Menurut dia, deforestasi hutan mangrove secara signifikan menurunkan resapan karbondioksida (CO2) di Indonesia.
"Saat ini penebangan hutan mangrove untuk pembukaan lahan baru mencapai 52.000 hektar per tahun. Tentu saja serapan karbondioksida di Indonesia akan menurun drastis" kata Wahyu seperti dikutip Tempo dari laman Unair News, Minggu, 5 September 2021.
Wahyu menilai kondisi hutan mangrove di Pulau Jawa dan Sulawesi sudah dikategorikan rusak. Padahal, mangrove punya kemampuan tinggi untuk mereduksi karbon. Mangrove bisa menyerap karbon hingga 52,85 ton CO2/ha/tahun.
Selain itu, ekosistem estuari seperti "padang lamun" yang punya daya serap karbondioksida yang tinggi juga mulai hilang. "Jika mengacu pada Kepmen LH Nomor 200 Tahun 2004, status Padang lamun di Indonesia dikategorikan 'kurang sehat'," ungkapnya.
Padahal, kata dia, padang lamun mampu menyerap 6,59 ton C/ha/tahun dan 24,13 ton CO2/ha/tahun. Padang lamun ini berpotensi rusak akibat limbah dan aktivitas manusia.
Dalam penelitiannya, sektor wisata dan kapal perikanan turut memberi sumbangsih karbon yang cukup tinggi. Transportasi wisata dan pengoperasian kapal, mulai dari pemanasan hingga pelayaran bisa menghasilkan karbon.
"Berdasarkan data, kapal motor tempel dan kalap motol jumlahnya jika ditotal mencapai 500 ribu. Bayangkan jika dalam satu hari semua berlayar bersamaan dalam satu wilayah, berapa karbon yang bisa dihasilkan?" ujarnya retoris.
Wahyu turut mengaitkan menipisnya stok perikanan dengan peningkatan emisi karbon. Di beberapa Wilayah Pengelolaan untuk Penangkapan Ikan (WPPN RI), stok ikan menipis sehingga nelayan harus berlayar lebih jauh untuk melaut. Ini tentu berdampak pada peningkatan emisi gas akibat motor dari kapal.
"Dari beberapa fenomena ini menunjukkan bahwa penghapus jejak karbon satu persatu sudah berkurang. Namun, peningkatan emisi karbon kita meningkat. Jika perilaku tidak segera kita ubah, ya tinggal menunggu waktu saja," kata Wahyu.
AMELIA RAHIMA SARI
Baca juga: Pandemi Covid-19 Turunkan Emisi Karbon Dunia 7 Persen