TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi di Amerika Serikat mengungkap bahwa asap yang diakibatkan perang nuklir dapat menyebabkan perubahan iklim selama 15 tahun yang mengancam produksi pangan dan kesehatan manusia di seluruh dunia. Studi itu dilakukan ahli dari Rutgers University, the National Center for Atmospheric Research, dan lembaga lainnya.
Salah satu penulis studi Alan Robock, profesor di Department of Environmental Sciences, Rutgers University, menduga bahwa ozon akan hancur setelah perang nuklir. “Sekarang, untuk pertama kalinya, kami menghitung bagaimana ini akan bekerja dan bagaimana hal itu akan bergantung pada jumlah asap,” ujar dia, 19 Oktober 2021.
Para ilmuwan telah lama memahami bahwa senjata nuklir yang digunakan di kota-kota dan kawasan industri dapat memicu kebakaran skala besar. Bahkan sejumlah besar asapnya disuntikkan ke stratosfer yang dapat menyebabkan perubahan iklim global, yang mengarah ke istilah ‘nuclear winter’.
Namun dalam studi baru, para peneliti pertama kalinya menggunakan model iklim modern, termasuk aerosol dan emisi oksida nitrat, untuk mensimulasikan efek pada kimia ozon dan sinar ultraviolet permukaan, khususnya yang disebabkan oleh penyerapan sinar matahari oleh asap dari perang nuklir regional dan global.
Hal ini dapat menyebabkan hilangnya sebagian besar lapisan ozon pelindung Bumi, yang membutuhkan satu dekade untuk pulih, dan mengakibatkan beberapa tahun sinar ultraviolet yang sangat tinggi di permukaan Bumi, yang membahayakan kesehatan manusia dan persediaan makanan.
Studi menunjukkan bahwa untuk perang nuklir regional antara India dan Pakistan yang akan menghasilkan lima megaton jelaga, sinar ultraviolet yang ditingkatkan akan dimulai dalam waktu satu tahun. Untuk perang global antara Amerika Serikat dan Rusia yang menghasilkan 150 megaton, itu hanya akan dimulai setelah sekitar delapan tahun.
“Untuk jumlah asap menengah, efeknya akan jatuh di antara kasus-kasus ekstrem ini,” tertulis dalam studi yang muncul dalam Journal of Geophysical Research—Atmospheres itu.
Untuk perang nuklir global, pemanasan di stratosfer dan faktor-faktor lain akan menyebabkan pengurangan selama 15 tahun di kolom ozon, dengan hilangnya puncak 75 persen secara global dan 65 persen di daerah tropis. Ini lebih besar dari prediksi dari tahun 1980-an, yang mengasumsikan suntikan besar nitrogen oksida, tapi tidak termasuk efek asap.
Untuk perang nuklir regional, kolom ozon global akan berkurang 25 persen dengan pemulihan yang memakan waktu 12 tahun. Ini mirip dengan simulasi sebelumnya, tapi dengan waktu pemulihan yang lebih cepat karena masa pakai jelaga yang lebih pendek dalam simulasi baru.
Intinya, Robock melanjutkan, perang nuklir akan lebih buruk dari yang perkiraan, dan harus dihindari. Menurutnya, untuk masa depan, di pekerjaan lain, dia telah menghitung bagaimana pertanian akan berubah berdasarkan perubahan suhu, hujan dan sinar matahari, tapi belum termasuk efek sinar ultraviolet. “Selain itu, ultraviolet cahaya akan merusak hewan, termasuk kita manusia, meningkatkan kanker dan katarak,” tutur Robock.
PHYS | JOURNAL GEOPHYSICAL RESEARCH ATMOSPHERES
Baca:
Kapal Selam Nuklir Amerika Kecelakaan di Laut Cina Selatan, Apa yang Terjadi?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.