TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pertama Covid-19 varian Omicron terdeteksi di Indonesia, yang terjadi pada salah seorang petugas kebersihan di pusat karantina Wisma Atlet. Menanggapi temuan itu, Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, meminta agar segera ditelusuri.
“Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah menelusuri dengan sangat luas tentang siapa saja yang kontak dengan kasus Omicron ini,” ujar dia saat dihubungi, Kamis, 16 Desember 2021.
Selain itu, Tjandra juga meminta agar perlu dinilai apakah sudah terjadi ‘community transmission’ atau tidak, khususnya jika kasus yang positif memang tidak ada riwayat perjalanan negara terjangkit. Harus diidentifikasi apakah memang sudah ada ‘sustained transmission’ atau penularan berkelanjutan atau tidak.
Hingga 14 Desember 2021, sudah ada 77 negara yang melaporkan kasus infeksi varian dengan kode B.1.1.529 itu, sehingga Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 itu menilai sangat bisa dimengerti jika varian Omicron muncul di Indonesia.
Tjandra juga menyarankan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah sekarang ini, yaitu meningkatkan tes, baik PCR maupun sequence genome secara sitematis dan luas. “Dan telusuri pada sebagian besar kontak dari seorang kasus, misalnya tidak cukup ditetapkan hanya delapan,” tutur dia.
Selain itu, Tjandra juga menyarankan agar terus meningkatkan vaksinasi. Menurutnya, per hari ini masih sekitar separuh penduduk Indonesia belum mendapat vaksinasi memadai (dua kali), bahkan masih sekitar dua pertiga lansia juga yang belum terlindungi dengan vaksin memadai.
Yang perlu dilakukan lainnya adalah pembatasan sosial sesuai dengan perkembangan epidemiologi yang ada. Untuk itu ada dua hal penting, yakni data yang tersedia harus akurat dan jika ada peningkatan kasus, maka jangan sampai terlambat untuk melakukan pengetatan pembatasan sosial.
“Semua keputusan tentu diambil berdasar bukti ilmiah. Dalam hal ini perlu diingat bahwa mungkin saja ada berbagai pendapat pakar terhadap suatu masalah, dan untuk itu perlu penapisan yang cermat,” kata Tjandra.
Untuk masyarakat, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Jakarta itu mengingatkan pelaksanaan ketat protokol kesehatan 5M. Menurutnya, saat ini protokol kesehatan memang perlu dan menjadi bagian dari gaya hidup, bukan hanya konsep ‘new normal’, tapi menjadi ‘now normal’.
Dalam hal 3T, jika memang ada kecurigaan, maka perlu memeriksakan diri, bila perlu dengan PCR. Jika ternyata hasilnya positif, maka perlu menghubungi kerabat yang pernah kontak, dan juga memberitahu otoritas kesehatan tentang ke mana saja bepergian dalam beberapa hari terakhir untuk bisa dilakukan telusur masif. Jika belum vaksin, segera divaksin.
“Marilah kita mendapat informasi yang benar dari sumber yang sahih. Jangan cepat terombang-ambing akibat berita yang tidak jelas sumbernya, walaupun beredar di WhatsApp grup kita,” ujar dia lagi.
Tjandra juga meminta agar semua masyarakat bisa menjalankan perilaku hidup sehat, ada atau tidak adanya Covid-19. Setidaknya dalam bentuk yang dia sebut CERDIK (Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang mengganggu kesehatan, Rajin berolah raga atau aktifitas fisik, Diet yang baik dalam bentuk makanan bergizi seimbang, Istirahat yang cukup, dan Kelola stress).
Namun, Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit di Kementerian Kesehatan itu juga menerangkan bahwa Omicron oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dimasukkan ke dalam varian of concern (VOC), varian yang perlu diwaspadai. “Jadi jangan diartikan sebagai varian yang menjadikan kita panik, walaupun nanti kasus Omicron dapat bertambah lagi di negara kita.”
Baca:
Varian Omicron Ditemukan di Indonesia, Sultan Instruksikan Tiga Hal
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.