TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah media di Australia mengabarkan kalau gempa M7,3 dari Laut Banda juga bisa dirasakan di wilayah negara itu. Guncangannya dirasakan di Darwin, ibu kota Teritori Utara, menjelang pukul 4 pagi waktu setempat.
Seorang seismolog Hadi Ghasemi mengatakan gempa yang dirasakan berskala intensitas sedang. "Tapi kami tidak memperkirakan adanya kerusakan pada bangunan-bangunan dengan struktur yang baik," katanya seperti dikutip dari ABC.
Guncangan disebut dirasakan selama lebih dari semenit. Banyak warga Australia mengungkap goyangan gempa itu di media sosial. "Rumah kami benar-benar terasa bergerak. Benar-benar cara bangun dari tidur yang sangat mengerikan," kata Allan Anderson di akun Facebook miliknya, dikutip dari 7NEWS.
Pusat gempa lebih dekat posisinya ke Timor Leste dan Kedutaan Besar Australia menyerukan guncangan yang dirasakan di Dili sebagai, "Waw, sebuah gempa yang kuat!" Mengunggah di akun Twitter, kedutaan menyatakan tak menerima laporan kerusakan di Timor Leste.
Di dalam negeri, Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengabarkan kalau gempa yang sama telah menyebabkan dua rumah roboh di Wakarlely Pulau Moa, Maluku Barat Daya. Laporan sementara yang diterimanya juga mendata kerusakan ringan di Pulau Romamg, Leti dan Kisar.
Gempa yang semula disebut berkekuatan Magnitudo 7,4 itu berpusat 45 kilometer barat laut Kabupaten Maluku Barat Daya, kedalaman 210 kilometer. Guncangan terkuat, skala VI MMI, dirasakan di Tiakur, ibu kota kabupaten.
Catatan TEMPO.CO, gempa kuat telah beberapa kali terjadi dari Laut Banda. Sepanjang tahun lalu misalnya, ada setidaknya gempa berkekuatan M6,9 dan 7,3 pada 21 Agustus dan 6 Mei. Seluruhnya memberi dampak guncangan yang lemah dan tidak sampai memicu tsunami.
Berdasarkan data yang pernah disodorkan Profesor Riset bidang Geologi Gempa dan Kebencanaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Danny Hilman Natawidjaja, gempa dengan kekuatan di atas magnitudo 6,5 paling banyak terjadi di wilayah Indonesia Timur daripada Barat. Menurut Danny, hal itu sejalan dengan kecepatan pergerakan relatif Lempeng Pasifik 12 cm per tahun yang ada di Timur.
Di wilayah Indonesia Barat, Lempeng India-Australian bergerak 7 cm per tahun, hampir dua kali lebih lambat. Namun, di Timur untuk saat ini karena infrastruktur yang tidak terlalu banyak dan populasi sedikit, maka efek risikonya juga masih kecil.
“Tapi, sejalan dengan perkembangan di tahun mendatang, efek merusaknya bisa semakin tinggi, jadi kalau tidak ada tindakan mitigasi gempa sudah dipastikan ke depan akan memakan banyak korban,” kata Danny.
Baca juga:
Gempa Juga Terjadi di Sukabumi dan 2 Daerah Ini Pagi dan Dinihari