Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Peneliti BRIN Temukan Tujuh Jenis Baru Tumbuhan, Mayoritas Tanaman Hias

Reporter

Editor

Erwin Prima

image-gnews
Begonia robii (BRIN)
Begonia robii (BRIN)
Iklan

TEMPO.CO, Bogor - Di penghujung 2021, peneliti dari Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil menemukan tujuh jenis baru tumbuhan yang mayoritas tergolong sebagai tanaman hias.

Adapun ketujuh jenis baru tersebut, yaitu Hoya batutikarensis, Hoya buntokensis, Dendrobium dedeksantosoi, Rigiolepis argentii, Begonia robii, Begonia willemii dan Etlingera comosa. Selain itu ditemukan pula subspesies Zingiber ultralimitale, subspesies Mataromeoense.

Kepala Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Sukma Surya Kusumah mengatakan Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati (OR IPH) melalui Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya akan terus berupaya melakukan eksplorasi dan identifikasi jenis-jenis tumbuhan dari habitat alaminya yang sejalan dengan rumah program OR IPH terkait dengan konservasi tumbuhan terancam kepunahan terkonservasi.

“Dengan ditemukannya jenis baru ini, keanekaragaman hayati Indonesia bertambah. Penemuan ini juga memberikan informasi terkait kekayaan biodiversitas Indonesia dan mendukung penelitian lebih lanjut terkait pemanfaatannya secara berkelanjutan,” ujarnya, Sabtu, 1 Januari 2022.

Peneliti Pusat Riset Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Wisnu Handoyo Ardi mengatakan, Begonia merupakan salah satu marga tumbuhan berbunga yang terbesar, saat ini diketahui terdapat 2.052 jenis Begonia yang tersebar di Kawasan pantropis dunia.

Indonesia diperkirakan sebagai salah satu wilayah pusat kekayaan Begonia khususnya di Kawasan Asia tenggara yang saat ini memiliki sebanyak 243 jenis. Namun jumlah tersebut akan terus bertambah seiring semakin terjelajahnya kawasan-kawasan hutan di berbagai wilayah di Indonesia.

“Upaya konservasi dan pengungkapan jenis-jenis baru Begonia secara aktif dilakukan oleh BRIN dan saat ini telah berhasil melakukan konservasi terhadap lebih dari 100 jenis Begonia yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia,” jelas Wisnu.

Begonia robii merupakan endemik dari Pulau Sumatera. Jenis ini memiliki corak warna daun yang sangat atraktif, dan sangat berpotensi sebagai tanaman hias . jenis ini memiliki karakter batang yang menyerupai rimpang, daun sangat asimetris, dengan kombinasi antara warna hijau sebagai dasarnya dan merah keunguan pada bagian tengah, tepatnya di antara pertulangan daun sekundernya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara itu Begonia willemii adalah endemik Pulau Sulawesi. Jenis ini ditemukan pada habitat perbukitan kapur dataran rendah, tumbuh merayap pada bongkahan batu kapur atau menempel secara vertikal pada dinding-dinding batu karst (kapur), jenis ini dikoleksi dari wilayah hutan di kabupaten Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah. Penemuan jenis baru Begonia tersebut merupakan hasil kolaborasi antara peneliti BRIN dengan peneliti dari Singapore Botanic Gardens Daniel C. Thomas.

Rigiolepis argentii merupakan tumbuhan semak berkayu yang termasuk ke dalam anggota suku Ericaceae. Jenis ini ditemukan dan dikoleksi pada saat kegiatan eksplorasi Begonia Sulawesi pada tahun 2018-2019 di wilayah Kabupaten Enrekang dan Toraja Utara, tepatnya di perbukitan Eran Batu dan Gunung Sesean.

Sebelumnya, Sulawesi diketahui hanya memiliki satu jenis saja, yaitu Rigiolepis Henrici, dan pada tahun 2021 ditemukan jenis baru kedua, yaitu Rigilepis argentii yang dideskripsi oleh peneliti dan staf Pengajar Universitas Samudra Langsa Aceh (Wendi A. Mustaqim) dan peneliti dari Pusat Riset Konservasi Tanaman dan Kebun Raya (Wisnu Handoyo Ardi).

Rigiolepis argentii dinyatakan sebagai jenis baru karena memiliki kombinasi karakter morfologi yang berbeda dari seluruh jenis Rigiolepis di Indonesia khususnya dengan jenis yang paling mirip yakni Rigiolepos moultonii. Karakter tersebut adalah adanya rambut-rambut persisten pada permukaan atas daun, daun gantilan bunga terdapat pada bagian bawah tangkai bunganya, tabung kelopak yang berbentuk cawan, tangkai sari yang lebih panjang dan buah yang berbentuk copular.

Etlingera comosa merupakan endemik Sulawesi yang merupakan hasil eksplorasi di pegunungan Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Karakter pembedanya adalah Etlibngera comosa memiliki rambut berumbai pada pelepahnya, ligula daun yang asimetris dan bercangap, daun pelindung bunga berambut lebat, tangkai sari yang panjang dan kotak sari yang berukuran lebih pendek dibandingkan jenis terdekatnya yaitu Etlibgera sublimata.

Baca:
Ekspor Tanaman Hias Khas Kalteng, Ada Janda Bolong dan Tanduk Rusa

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


BRIN Kirim Surat Teguran, Minta Ratusan Pensiunan Ilmuwan Kosongkan Rumah di Puspiptek

2 jam lalu

Penutupan akses jalan di depan kantor BRIN di Jalan Raya Serpong-Parung gagal dilakukan, Kamis 11 April 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
BRIN Kirim Surat Teguran, Minta Ratusan Pensiunan Ilmuwan Kosongkan Rumah di Puspiptek

BRIN meminta ratusan pensiunan ilmuwan mengosongkan rumah dinas di Puspiptek paling lambat 15 Mei 2024


Mengungkap Misteri Sesar Baribis Lewat Ekspedisi Susur Sesar, Aktif Sejak 2,5 Juta Tahun Lalu

2 hari lalu

Pemetaan secara geologis Sesar gempa Baribis dari Serang di Banten sampai Purwakarta di Jawa Barat melintasi wilayah selatan Jakarta. (ANTARA/HO-BNPB)
Mengungkap Misteri Sesar Baribis Lewat Ekspedisi Susur Sesar, Aktif Sejak 2,5 Juta Tahun Lalu

Sesar Baribis merupakan salah satu sesar mayor di Jawa bagian Barat dan membentang mengikuti pola pulau.


Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

2 hari lalu

Ilustrasi lahan padi. TEMPO/Magang/Joseph.
Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

Rencana pembukaan lahan 1 juta hektar untuk padi Cina di Kalimantan menuai pro dan kontra. Cara mendaftar menjadi penerima subsidi LPG 3 kilogram.


Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

3 hari lalu

Hormati hak cipta! TEMPO/Fahmi Ali
Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

Hari Kekayaan Intelektual Sedunia diperingati setiap 26 April. Begini latar belakang penetapannya.


Benarkah IKN Bebas dari Sesar Gempa Aktif? Penelitinya Harapkan Riset Lanjutan

3 hari lalu

Foto udara proses pembangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Benarkah IKN Bebas dari Sesar Gempa Aktif? Penelitinya Harapkan Riset Lanjutan

Peneliti sesar gempa aktif di IKN berharap bisa kembali dan lakukan riset lanjutan. Data BMKG juga sebut potensi yang berbeda.


Ahli Klimatologi BRIN Erma Yulihastin Dikukuhkan sebagai Profesor Riset Iklim dan Cuaca Ekstrem

3 hari lalu

Ahli Klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, dikukuhkan sebagai profesor riset bidang kepakaran iklim dan cuaca ekstrem, Kamis, 25 April 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Ahli Klimatologi BRIN Erma Yulihastin Dikukuhkan sebagai Profesor Riset Iklim dan Cuaca Ekstrem

Dalam orasi ilmiah pengukuhan profesor riset dirinya, Erma membahas ihwal cuaca ekstrem yang dipicu oleh kenaikan suhu global.


Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

3 hari lalu

Peneliti Ahli Utama di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, dikukuhkan sebagai Profesor Riset dengan kepakaran pencemaran laut, pada Kamis, 25 April 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

Reza dikukuhkan sebagai profesor riset berkat penelitian yang dilakukannya pada aspek urgensi pengelolaan plastik.


Penelitian Tak Tuntas Sesar Gempa IKN dan Syarat TOEFL dari PT KAI di Top 3 Tekno

4 hari lalu

Pembangunan Rumah Tapak Jabatan Menteri di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, 26 Februari 2024. ANTARA/HO-Bagian Hukum dan Komunikasi Publik Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR
Penelitian Tak Tuntas Sesar Gempa IKN dan Syarat TOEFL dari PT KAI di Top 3 Tekno

Selain soal sesar gempa di sekitar IKN dan syarat TOEFL untuk pelamar kerja di PT KAI, ada pula prediksi ketibaan musim kemarau di Jawa Barat.


Fakta Seputar Sirekap yang Digunakan Lagi oleh KPU di Pilkada 2024

4 hari lalu

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Kholik saat jeda istirahat rekapitulasi suara nasional dan luar negeri di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, 1 Maret 2024 [Tempo/Eka Yudha Saputra]
Fakta Seputar Sirekap yang Digunakan Lagi oleh KPU di Pilkada 2024

KPU berjanji mengevaluasi dan memperbaiki Sirekap untuk Pilkada 2024 sesuai dengan putusan MK.


Ini Temuan Peneliti BRIN soal Sesar Aktif di Sekitar Ibu Kota Nusantara

4 hari lalu

Pengunjung mengunjungi lokasi titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa, 30 Mei 2023. Lokasi titik nol IKN Nusantara itu setiap harinya ramai oleh pengunjung dari berbagai instansi serta organisasi dan kelompok masyarakat yang melakukan kunjungan dan melaksanakan kegiatan di kawasan tersebut. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Ini Temuan Peneliti BRIN soal Sesar Aktif di Sekitar Ibu Kota Nusantara

Peneliti BRIN menjelaskan hasil penelitian awal potensi sesar aktif yang berada di sekitar Ibu Kota Nusantara.