TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di pesantren. Selain tempat belajar agama, pesantren juga dapat membentuk karakter anak agar menjadi sosok yang lebih mandiri dan bertanggung jawab. Sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama M. Ali Ramdhani mengatakan pesantren memiliki kontribusi besar bagi Tanah Air. Salah satu wujudnya, kata dia, dengan banyaknya tokoh berlatar belakang pendidikan pesantren yang menjadi pemimpin di Indonesia.
“Mulai dari Presiden RI KH Abdurrahman Wahid, Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, hingga menteri dan kepala daerah yang pernah menjadi santri pesantren,” ujar Ali seperti dikutip di laman resmi Kementerian Agama pada Jumat, 4 Februari 2022. Dia mengatakan hal ini menunjukan fakta bahwa pesantren adalah tempat yang aman, layak, dan tepat untuk pengembangan anak bangsa.
Ali menuturkan belakangan eksistensi pesantren sedikit terganggu akibat adanya isu kekerasan seksual dan terorisme yang muncul dan menyeret pesantren. Hal itu, kata Ali, kerap menjadi kekhawatiran bagi sebagian orang tua yang ingin menitipkan anaknya dalam pengasuhan pendidikan pesantren.
Menurut dia, kekhawatiran semacam ini tidak perlu muncul jika orang tua memahami bagaimana sesungguhnya pesantren. “Saya ingin mengingatkan bagi seluruh anak bangsa, terutama kepada seluruh orang tua yang ingin menitipkan anaknya di pondok pesantren, perlu melihat apakah lembaga yang menyebut dirinya pesantren memiliki arkanul ma’had (rukun pesantren),” kata dia.
Ali mengatakan yang perlu diperhatian yang pertama yakni kiai yang menjadi figur teladan sekaligus pengasuh yang membimbing santri. Dia berpesan agar tak menitipkan anaknya pada pesantren yang hanya memiliki guru tunggal. “Lihat sanad keilmuannya. Sanad keilmuannya jelas, ada kiainya. Jangan menitipkan ke pesantren yang gurunya hanya satu tunggal,” kata Ali.
Selain itu, ketersediaan fasilitas juga perlu diperhatikan. Ali mengatakan pesantren harus memiliki santri mukim, pondok atau asrama, fasilitas masjid atau musala, serta kajian kitab kuning. “Jadi perhatikan, sanad keilmuannya, ada kiainya, memiliki fasilitas yang baik, dan ada pembelajaran kitab kuning,” katanya.
Pesantren yang bersifat inklusif juga bisa menjadi pilihan. Pesantren tersebut terbuka untuk orang tua yang datang berkunjung. “Dan tentu saja pesantren bersifat inklusif. Orang tua boleh nengok, masyarakat boleh lihat. Dengan demikian saya bisa mengatakan pesantren aman dan layak menjadi tempat orang tua menitipkan pendidikan anak,” katanya.
Baca juga: Perbedaan antara Boarding School dan Pesantren, Apa Pula Persamaannya?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.