Analisis bentuk tiga dimensi memperlihatkan bahwa bentuk tengkorak Hobbit konsisten dengan nenek moyang manusia, berbeda dengan manusia modern. Penemuan yang dilaporkan dalam Journal of Human Evolution ini menambah bukti bahwa Hobbit adalah spesies baru.
Sampai saat ini para ilmuwan masih berdebat apakah Hobbit adalah manusia yang mengalami cacat fisik atau spesies lain. Sejumlah ilmuwan menyatakan Hobbit adalah manusia kerdil yang menderita sejenis penyakit yang menyebabkan microcephaly. Akibatnya, otak Hobbit tumbuh abnormal dan tengkoraknya jauh lebih kecil dibanding manusia normal.
Namun, Dr Baab dan Kieran McNulty, dosen antropologi di University of Minnesota, yakin penemuan mereka dapat mematahkan teori microcephaly. "Tengkorak dapat memberikan banyak informasi tentang fosil spesies, terutama menyangkut hubungan evolusioner mereka dengan fosil spesies lainnya," kata Baab. "Bentuk keseluruhan tengkorak ini, terutama bagian yang mengelilingi otak (neurocranium) mirip dengan fosil Afrika dan Eurasia yang 1,5 juta tahun lebih tua, daripada dengan manusia modern, meskipun Homo floresiensis terdokumentasikan dari 17 ribu sampai 95 ribu tahun lalu."
Untuk melakukan studinya, Baab dan timnya mengumpulkan data 3D craniometric point pada tengkorak Hobbit berkode LB1 dan banyak contoh fosil yang mewakili spesies hominin yang telah punah lainnya, begitu pula sampel komparatif manusia modern dan kera. Mereka melakukan beberapa analisis terhadap berbagai wilayah tengkorak. Ketika dibandingkan, analisis itu mengindikasikan bahwa bentuk tengkorak LB1 mirip dengan fosil Homo, bukan manusia modern.
Hasil analisis asimetri tengkorak menunjukkan perbedaan antara sisi kirim dan kanan tengkorak menyingkirkan asumsi bahwa tengkorak itu berasal dari manusia modern yang menderita microcephaly. "Derajat asimetri pada LB1 berada dalam kisaran kera dan mirip dengan apa yang terlihat pada tengkorak fosil lain," kata Baab. "Kami menduga derajat asimetri ini sesuai dengan populasi hominin ini, terutama kondisi gua-gua di Indonesia tempat fosil ditemukan yang mungkin telah berkontribusi pada ketidaksimetrisannya."
TJANDRA | SCIENCEDAILY