TEMPO.CO, Jakarta - Alhajie Musa Kamara, mahasiswa Internasional Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berhasil meraih gelar magister dan menjadi wisudawan terbaik dalam gelaran wisuda UMM pada Kamis, 17 Maret 2022.
Mus, sapaan akrab Alhajie bercerita bahwa menempuh Pendidikan di Indonesia tidaklah mudah. Budaya serta bahasa yang berbeda membuatnya sulit memahami materi serta bersosialisasi dengan orang lain.
Apalagi, kepergiannya ke Indonesia ini merupakan kesempatan pertamanya untuk ke luar negeri. Sempat mengaku mengalami gegar budaya, tak membuat Mus patah semangat. Dia tetap berusaha menjalani pendidikannya hingga akhirnya lulus.
“Beruntung, sebelum masa perkuliahan dimulai, kami diajari bahasa dan budaya Indonesia di lembaga Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) yang ada di Kampus Putih. Pembelajaran tersebut berlangsung selama satu tahun,” ujar Mus seperti dilansir di laman resmi UMM pada Kamis, 17 Maret 2022.
Mus mengatakan ketika belajar Bahasa Indonesia, dia mendapatkan pengalaman yang unik. Menurut dia, cara pembelajarannya amat lucu karena Mus diajari seperti anak kecil yang baru belajar bicara. “Meskipun lucu, cara pengajaran seperti itu yang membuat kami lancar berbahasa Indonesia,” ungkap mahasiswa asal Sierra Leone, Afrika Barat tersebut.
Tak hanya terkendala di bahasa, pandemi Covid-19 yang menerpa dunia termasuk Indonesia juga membuat masyarakat harus cepat beradaptasi dengan teknologi di segala bidang. Begitupun juga yang dialami oleh Musa. Ia mengaku tidak terlalu paham dengan penggunaan-penggunaan aplikasi untuk pembelajaran yang diterapkan oleh kampus. Namun berkat bantuan teman-teman dan dosen, ia dapat melakukannya dengan baik.
“Meskipun berat, para dosen selalu sigap memberi kami dorongan untuk belajar. Hal itulah yang memotivasi saya untuk belajar dengan giat. Selain itu teman-teman jurusan juga dengan senang hati membantu saya ketika kesulitan memahami sebuah materi,” kata Musa.
Ada beberapa kebijakan yang membuat Musa takjub selama menjalani perkuliahan di UMM. Akses terhadap jurnal dan buku sangat gampang. Bahkan perpustakaan kampus tetap menerima mahasiswa di masa pandemi, meskipun dengan protokol kesehatan yang ketat. Mus mengatakan akses terhadap informasi juga sangat mudah didapatkan melalui website maupun dengan menghubungi dosen secara langsung.
“Sangat berbeda sekali dengan ketika saya menempuh kuliah strata satu di Afrika. Di sana akses internet sangat minim bahkan terbatas hanya dari jam 10 pagi sampai 3 sore. Tempat untuk mendapat internet gratis juga hanya di perpustakan. Di luar perpustakaan kami harus mengeluarkan biaya lebih untuk dapat mengakses internet,” kata dia.
Dia mengatakan sekalipun dalam keterbatasan, semangat dia dan teman-temannya untuk tetap belajar menyelesaikan studi S1 tetap membara. Kegigihan Mus itu membawanya untuk merai gelar magister di Indonesia.
Musa mengatakan bahwa UMM telah memberinya banyak pengalaman dan pengetahuan baru selama masa perkuliahannya. “Saya adalah orang yang beruntung karena memiliki teman-teman yang baik serta dosen yang selalu membimbing saya. Hal itu pula lah yang akhirnya membuat saya bisa mendapatkan nilai tertinggi untuk studi S2 ini,” ucapnya.
Baca juga:
Cerita Nisrina, Mahasiswa UMM yang Dapat Beasiswa ke Turki karena Hafal Al-Quran
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.