TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan kembali mendanai riset lanjutan uji vaksin booster Covid-19 yang dilakukan tim dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Univesitas Indonesia (UI). Selanjutnya tim riset juga akan bekerja sama dengan badan kesehatan dunia (WHO) untuk pemantauan uji vaksin booster selama setahun pasca-penyuntikan.
“Riset yang dilakukan Unpad dan UI ini sangat ditunggu dunia,” kata ketua tim riset, Eddy Fadlyana, Jumat malam, 18 Maret 2022.
Eddy menyebutkan, dana riset vaksin booster pertama pada Desember 2021 sekitar Rp 4 miliar. Adapun riset lanjutannya yang dimulai Maret 2022 didanai sekitar Rp 3-4 miliar.
Mengutip dari laman Unpad, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI kembali bekerja sama dengan Unpad untuk penelitian terkait efektivitas dan keamanan vaksin booster Covid-19. Perjanjian kerjasama itu diteken Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Unpad Hendarmawan, dengan Pejabat Pembuat Komitmen BKPK Kemenkes RI Dewi Suryani di kampus Unpad, Bandung, Jumat 18 Maret 2022.
“Jadi penelitiannya belum selesai, anggarannya selama dua tahun,” ujar Eddy sambil menerangkan, riset perdana vaksin booster dan lanjutannya berpola sama. Setiap relawan akan mendapat suntikan vaksin setengah dan dosis penuh.
Vaksin yang diuji kali ini yaitu AstraZeneca dan Pfizer, tanpa Sinovac seperti pada uji pertama. Perbedaan lain yaitu jumlah relawan kali ini sebanyak 400 orang di Jakarta, sebelumnya 1000 orang di Jakarta dan Bandung.
Menurut Eddy, setelah penyuntikan relawan selesai dengan target waktu selama enam pekan, selanjutnya dilakukan pemantauan antibodi dan efektivitas vaksin booster. Proses pemantauan yang berjalan selama setahun sejak penyuntikan itu akan dilakukan bekerja sama dengan WHO.
“Negara-negara lain menunggu hasil penelitian yang ada dari WHO, baru diimplementasikan,” kata Eddy menuturkan.
Dari sekian negara yang diajak, menurut dia, hanya Indonesia yang menggelar penelitian besar-besaran vaksin booster, terutama untuk melihat keampuhan vaksin setengah dosis dibandingkan dosis penuh. Negara lain ada yang melakukan riset kecil-kecilan, dan menguji vaksin dosis penuh.
“Baru pertama di Indonesia maupun di dunia, yang mengukur half dose dibandingkan full dose,” ujarnya. Karena itu, menurut Eddy, hasil dari Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan riset vaksin booster di negara lain.
Baca juga:
Cari Lokasi Vaksin Terdekat Bisa Langsung di Aplikasi PeduliLindungi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.