Ilustrasi tato alis. Shutterstock
Stigma
Dilansir dari geotimes.id, puncak dari pergeseran stigma tato ini terjadi pada masa Orde Baru ketika seseorang dengan tato di tubuhnya, langsung dikaitkan dengan ciri-ciri kriminal dan pelaku tindak kejahatan yang harus disingkirkan dari masyarakat untuk alasan keamanan. Stigma itu secara tidak sadar dirawat oleh masyarakat bertahun-tahun hingga mengakar dalam pikiran.
Siapa yang bertato, maka dia orang buruk. Terlepas dari perilaku apakah memang benar-benar buruk ataupun tidak.
Saat ini, terutama di kota-kota besar, persepsi masyarakat terhadap tato sudah tidak selalu negatif. Sudah banyak orang menilai tato sebagai mode dan bagian dari seni memperindah tubuh.
Gumgum Gumilar dalam jurnalnya, “Makna Komunikasi Simbolik di Kalangan Pengguna Tato” yang terbit pada 2005 menyatakan bahwa sekarang, tato sudah memasuki budaya pop. Media semakin sering menampilkan tato dalam model-model yang dipublikasikan. Hal ini akan semakin memperluas pikiran masyarakat dan menghapus stigma negatif tentang tato di Indonesia.
Baca juga: Korsel Melarang Tato, Ini Asal Muasal Rajah Tubuh
NAUFAL RIDHWAN ALY