Sucipto melakukan penelitian terhadap benalu teh (Scurrula oortiana). Dosen bidang ilmu biologi ini meneliti haustorium atau bagian benalu yang menempel pada inangnya. Bagian yang membengkak dan berbentuk unik inilah yang berpotensi sebagai herbal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benalu teh menjadi salah satu tumbuhan yang telah diajukan sebagai fitofarmaka antikanker dan anti malaria.
“Bagian haustorium pada tanaman ini dapat bermanfaat sebagai obat,” kata dia, dikutip Tempo dari laman news.uinair.com.
Sebenarnya di Eropa, benalu jenis Viscum album telah sejak lama digunakan sebagai obat karena banyak mengandung senyawa aktif, seperti lectin viscotoxin, flavonoid-flavonoid, terpenoid, serta alkaloid tertentu. Kandungan senyawa itu dapat digunakan untuk pengobatan penyakit kanker. Senyawa-senyawa pada ekstrak daun benalu Dendropthoe pentandra seperti alkaloid, flavonoid, polifenol, steroid dan kuinon, dapat berperan sebagai anti mikrobia.
Selain itu, ekstrak benalu yang hidup di pohon jeruk nipis dapat dimanfaatkan sebagai obat penyakit ambiens dan diare. Tidak cuma itu, benalu kapas juga berpotensi sebagai bahan anti mikroba alami untuk pangan.
“Namun, yang perlu diperhatikan adalah tidak semua jenis benalu dapat digunakan sebagai obat. Pengetahuan mengenai jenis-jenis benalu sangat dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahan dalam pemanfaatannya,” kata Sucipto.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca : Tidak Semua Makhluk Hidup Butuhkan Oksigen, Ini Alasannya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.