TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari satu dekade setelah bencana nuklir terburuk di Jepang, kota yang menjadi tuan rumah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi akhirnya mencabut perintah evakuasi pada Selasa, 30 Agustus 2022, yang mengizinkan mantan penduduk untuk pulang.
“Kota Futaba, yang sebelumnya dianggap terlarang, adalah distrik terakhir dari 11 distrik yang mencabut perintah evakuasinya,” kata juru bicara kantor kota kepada CNN.
Yuji Onuma, seorang pengungsi dari Kota Futaba, lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang lumpuh akibat tsunami, berjalan di sebelah toko yang runtuh di jalan di Kota Futaba, Prefektur Fukushima, Jepang, 20 Februari 2020. Tsunami pada 9 tahun lalu dilaporkan mencapai ketinggian 40,5 meter. REUTERS/Issei Kato
Pada tanggal 11 Maret 2011, gempa bumi berkekuatan 9,0 melanda pantai timur Jepang, memicu tsunami yang menyebabkan kehancuran nuklir di pembangkit listrik itu dan pelepasan besar bahan radioaktif. Itu adalah bencana nuklir terburuk di dunia sejak Chernobyl pada 1986.
Lebih dari 300 ribu orang yang tinggal di dekat PLTN itu terpaksa mengungsi sementara, ribuan lainnya melakukannya secara sukarela. Komunitas yang dulu ramai berubah menjadi kota hantu.
Pada tahun-tahun sejak itu, operasi pembersihan dan dekontaminasi skala besar telah memungkinkan beberapa penduduk yang pernah tinggal di bekas zona eksklusi untuk kembali.
Futaba adalah rumah bagi kompleks Tokyo Electric Power Company (TEPCO) dan stasiun kereta api. Fasilitas umum, seperti kantor kota yang baru dibuka kembali, dijadwalkan untuk memulai kembali operasi Senin depan.
Foto-foto dari kota itu menunjukkan toko-toko kosong, rumah-rumah dan kuil-kuil, banyak di antaranya mengalami kerusakan eksternal seperti atap yang runtuh dan jendela yang pecah. Jalan-jalan sebagian besar kosong. Mobil dan truk terbengkalai di lapangan, tertutup debu dan karat.
Sebelum bencana nuklir, Futaba memiliki populasi sekitar 7.100. Hingga akhir Juli, lebih dari 5.500 orang tetap terdaftar sebagai penduduk, menurut juru bicara kantor kotamadya.
Penduduk telah diizinkan memasuki wilayah timur laut Futaba - tetapi tidak tinggal di sana - sejak Maret 2020, ketika para ahli mengatakan tingkat radiasi tidak melebihi 20 milisievert per tahun. Tingkat itu setara dengan dua CT scan seluruh tubuh dan pengawas keamanan internasional merekomendasikan itu harus menjadi batas paparan radiasi tahunan seseorang.
Pihak berwenang mulai mempersiapkan pembukaan kembali kota tahun ini; pada bulan Januari, mereka meluncurkan program yang memungkinkan mantan penduduk untuk kembali sementara, tetapi hanya 85 orang dari 52 rumah tangga yang ambil bagian, kata pejabat Futaba.
Namun, masih belum jelas berapa banyak orang yang akan kembali -- dan berapa lama waktu yang dibutuhkan kota untuk pulih.
Lebih dari 80 persen kota ditetapkan sebagai zona "sulit untuk kembali" yang masih mengalami radiasi tingkat tinggi, kata juru bicara itu. Dan survei yang dilakukan Agustus lalu menemukan bahwa 60,5 persen penduduk telah memutuskan untuk tidak kembali -- jauh melebihi 11,3 persen yang ingin kembali.
CNN
Baca:
Persiapan Pembuangan Limbah PLTN ke Laut, Badan Atom Dunia Kunjungi Fukushima
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.