TEMPO.CO, Seattle - Sebuah studi peer-review dan sistematis baru yang menganalisis ratusan penyakit, cedera, dan faktor risiko di Indonesia menunjukkan bahwa ada kemajuan besar dalam derajat kesehatan rakyat Indonesia pada umumnya namun masih terdapat kesenjangan dalam beberapa indikator kesehatan antarprovinsi.
Studi ini dipublikasikan hari ini, 11 Oktober 2022, di The Lancet Global Health dan merupakan hasil kerja sama antara jaringan peneliti dan pembuat kebijakan dari lembaga pemerintah dan lembaga akademik di Indonesia, termasuk Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS, Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Penyelenggara Statistik (BPS), dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di Fakultas Kedokteran University of Washington.
Studi ini merupakan analisis beban penyakit secara sistematis dan komprehensif yang pertama untuk ke-34 provinsi di Indonesia, berdasarkan data dari Global Burden of Disease (GBD) Study 2019. GBD, yang kini memasuki tahun ke-30, merupakan pengamatan studi epidemiologi global yang terlengkap yang menyediakan alat untuk mengukur tantangan kesehatan di 204 negara dan wilayah di seluruh dunia.
“Kita telah lama menyadari adanya perbedaan status kesehatan antardaerah di negara kita yang besar dan beragam ini,” kata Dr. Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan Republik Indonesia periode 2012–2014 dan anggota badan pengurus IHME. “Dari analisis ini, kita mendapatkan seperangkat data yang dapat dibandingkan untuk 34 provinsi, yang dapat membantu pengembangan kebijakan dan program maupun untuk memantau kemajuan.”
Antara 1990 dan 2019 angka harapan hidup laki-laki dan perempuan meningkat di seluruh Indonesia: untuk laki-laki, terdapat peningkatan dari usia 62,5 menjadi 69,4, perubahan positif sebesar 6,9 tahun.
Untuk perempuan selama periode yang sama, angka harapan hidup meningkat dari usia 65,7 menjadi 73,5, meningkat 7,8 tahun. Bali memiliki angka harapan hidup tertinggi pada 2019 yaitu 75,4 tahun, sedangkan Papua terendah dengan 65,2, selisih 10,2 tahun.
Probabilitas kematian dari lahir hingga usia 20 dan dari 20 hingga 55 menurun di semua provinsi untuk kedua jenis kelamin, tetapi usia 55 hingga 90 tahun meningkat di Papua, Maluku Utara, Papua Barat, Aceh, Kalimantan Timur, dan Banten.
Tekanan darah sistolik yang tinggi dan merokok penggunaan tembakau termasuk di antara lima faktor risiko utama untuk semua provinsi. Gizi buruk pada anak dan ibu merupakan faktor risiko utama untuk Kalimantan Utara, Gorontalo, dan Papua, dan faktor risiko utama kedua di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, dan Maluku Utara.
Indeks massa tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko utama untuk Riau, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur, dan faktor risiko utama kedua untuk Kepulauan Bangka-Belitung, Kalimantan Utara, Jakarta, Papua Barat, dan Papua.
“Temuan penelitian ini sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mengurangi beban penyakit di Indonesia karena menunjukkan faktor risiko dan penyakit utama di setiap provinsi, sehingga memungkinkan untuk merencanakan dan mengimplementasikan program dan kebijakan di tingkat lokal,” kata Prof Ali Mokdad dari IHME. “Kolaborasi dengan rekan-rekan di Indonesia memungkinkan kami untuk menyediakan data yang lebih baik untuk kesehatan yang lebih baik.”
Baca:
Kemenkes: Digitalisasi Layanan Kesehatan Perlu Lintas Sektor
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.