Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Eksperimen Cangkok Sel Saraf Manusia ke Otak Anak Tikus, Apa yang Terjadi?

image-gnews
Ilustrasi tikus. mirror.co.uk
Ilustrasi tikus. mirror.co.uk
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sel saraf manusia telah dicangkokkan ke otak yang masih berkembang milik seekor tikus muda dalam sebuah eksperimen yang diklaim baru pertama dilakukan di dunia. Eksperimen mengikuti perkembangan model mini dari otak yang disebut organoid. 

Dikembangkan sepanjang dekade lalu, organoid dibuat dengan cara menumbuhkan stem cell ke struktur tiga dimensi dalam laboratorium. Harapannya, memberi kemampuan untuk mempelajari efek obat di sel manusia. Namun, bahkan organoid otak yang paling kompleks sekalipun masih kurang mewakili kompleksitas yang ada dari sel saraf di otak yang sesungguhnya.

"Dengan mencangkokkan organoid manusia ke otak tikus, para peneliti bisa memanipulasi sel-sel dan melihat bagaimana ini mempengaruhi perilaku hewan," kata Sergiu Pasca dari Stanford University, California.

Berbeda dari studi transplantasi sebelumnya yang dilakukan pada tikus dewasa, Pasca dan tim melakukannya pada tikus yang baru berusia beberapa hari. Dengan menarget tikus ketika otaknya masih berkembang, para penelitinya berharap sel saraf manusia akan terintegrasi lebih baik.

Sitem imun tubuh seluruh tikus yang digunakan dalam eksperimen itu telah sebelumnya dibuat tak berfungsi untuk memastikan sel manusia tak mengalami penolakan. 

Hasilnya, sel saraf manusia menjadi jauh lebih matang dan tumbuh sekitar enam kali lebih besar dibandingkan jika mereka  dikembangkan dalam cawan petri di laboratorium. Mereka tumbuh hingga memenuhi sekitar sepertiga dari satu sisi otak tikus dan membentuk koneksi-koneksi yang dikenal sebagai synapse dengan sel darah si tikus. 

Untuk melihat apakah sel saraf manusia dapat mempengaruhi perilaku tikus, para peneliti kemudian mengadopsi teknik optogenetik. Teknik ini melibatkan sel-sel yang direkayasa secara genetik sehingga mereka bisa merespons terhadap cahaya biru.

Mereka memberi tikus-tikus itu air setiap kali mereka membuat simulasi beberapa jenis cahaya dan si tikus memberi reaksi spesifik hanya kepada cahaya biru. Setelah sekitar dua pekan, tikus-tikus itu menunjukkan berharap diberi air ketika tim menyinarkan cahaya biru.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pasca mengatakan kalau studi model baru ini dapat mengatasi beberapa batasan dari penggunaan organoid dalam uji obat. Sejalan dengan banyak kondisi psikiatrik diidentifikasi lewat perilaku, ini sulit untuk menghubungkan aktivitas sel otak manusia dalam sebuah cawan petri degan sebuah perilaku yang berasosiasi dengan suatu kondisi. 

Sebaliknya, dengan cangkok organoid ke tikus, para peneliti dapat mempelajari sel-sel manusia dan melihat bagaimana tindakan intervensi bisa berdampak ke tindakan atau perilaku hewan.

"Ada beberapa studi sebelumnya dengan transplantasi organoid otak manusia ke otak tikus," kata Guo-li Ming dari University of Pennsylvania. Dia menilai studi terbaru oleh Pasca dkk telah membawa ke tingkatan berikutnya dengan menggunakan beberapa teknologi terkini. 

Tidak hanya menunjukkan perkembangan jangka panjang--sampai 8 bulan--dan pematangan setelah transplantasi, Pasca dan timnya juga disebut menunjukkan integrasi sinaptik dan kontribusi ke perilaku dari sel-sel manusia itu.

Adapun Julia TCW dari Boston University mengatakan riset itu akan memperluas berbagai riset neurologis di bidang-bidang seperti neurodevelopmental disorders, neuropsychiatric disorders, substance use disorders, neurogenerative disorders. "Dan banyak penyakit lainnya yang diketahui mengganggu jaringan saraf," kata Julia. 

Meski begitu, banyak yang akan mempertanyakan apakah etis memanipulasi tikus itu ala Pasca dkk. Di antara yang menyebutnya tak etis adalah Taimie Bryant, profesor hukum hewan di University of California, Los Angeles. 

NEW SCIENTIST, NATURE

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tikus Sering Menjadi Hewan Percobaan, Ternyata Ini Alasannya

7 hari lalu

Ilustrasi tikus. mirror.co.uk
Tikus Sering Menjadi Hewan Percobaan, Ternyata Ini Alasannya

Biasanya, ketika melakukan penelitian dalam dunia medis, peneliti kerap menggunakan tikus. Lantas, mengapa tikus kerap menjadi hewan percobaan?


Selain Tikus, Inilah 4 Hewan yang Kerap Dijadikan Percobaan Penelitian

7 hari lalu

Kelinci yang menjadi alat uji ilmiah. shutterstock.com
Selain Tikus, Inilah 4 Hewan yang Kerap Dijadikan Percobaan Penelitian

Berikut beberapa hewan yang kerap dijadikan hewan percobaan dalam penelitian:


Groundbreaking Keenam di IKN, Kepala OIKN: Ada Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa hingga Universitas dari Malaysia

9 hari lalu

Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Bambang Susantono saat wawancara dengan Tempo di Palmerah, Jakarta, Senin 21 Maret 2022. Tempo/Tony Hartawan
Groundbreaking Keenam di IKN, Kepala OIKN: Ada Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa hingga Universitas dari Malaysia

Kepala Otorita IKN Bambang Susantono buka suara soal peletakan batu pertama (groundbreaking) tahap keenam di ibu kota baru itu dalam waktu dekat.


10 Kebiasaan yang Bisa Menurunkan Fungsi Otak

9 hari lalu

Ilustrasi otak. medicalnews.com
10 Kebiasaan yang Bisa Menurunkan Fungsi Otak

Semua kebiasaan ini bukan menjadi hal menakutkan karena bisa diubah dengan pola hidup sehat.


Sering Lupa? Lakukan 5 Tips Berikut untuk Meningkatkan Daya Ingat

10 hari lalu

Ilustrasi orang lupa
Sering Lupa? Lakukan 5 Tips Berikut untuk Meningkatkan Daya Ingat

Dengan menerapkan tips-tips ini dalam kehidupan sehari-hari, Anda dapat meningkatkan daya ingat Anda dan mengurangi kecenderungan untuk lupa.


Tidak Selalu Buruk, Berikut 5 Manfaat Lupa untuk Kerja Memori Otak

10 hari lalu

Ilustrasi orang lupa
Tidak Selalu Buruk, Berikut 5 Manfaat Lupa untuk Kerja Memori Otak

Lupa ternyata memiliki manfaat penting untuk kesehatan otak dan kreativitas Anda.


Stimulasi Kognitif Terbanyak Bantu Lindungi Otak dari Masalah Daya Ingat

12 hari lalu

Ilustrasi dosen sedang mengajar. shutterstock.com
Stimulasi Kognitif Terbanyak Bantu Lindungi Otak dari Masalah Daya Ingat

Pekerjaan paling umum dengan tuntutan kognitif tertinggi yang bantu lindungi otak dari masadalah daya ingat adalah mengajar.


4 Bumbu Dapur Sahabat Kesehatan Otak dan Penangkal Alzheimer

17 hari lalu

Ilustrasi bumbu lada hitam. REUTERS
4 Bumbu Dapur Sahabat Kesehatan Otak dan Penangkal Alzheimer

Salah satu metode efektif untuk meningkatkan kesehatan otak dan mencegah penyakit Alzheimer adalah dengan mengonsumsi makanan yang baik buat otak.


Kaitan Kesehatan Usus Kecil dan Otak Menurut Psikiater

31 hari lalu

Ilustrasi usus. 123rf.com
Kaitan Kesehatan Usus Kecil dan Otak Menurut Psikiater

Kesehatan usus kecil memiliki kaitan dengan kesehatan otak. Berikut penjelasannya menurut spesialis kesehatan jiwa.


5 Tanda-tanda Seseorang Mengalami Otak Popcorn

31 hari lalu

Ilustrasi otak. medicalnews.com
5 Tanda-tanda Seseorang Mengalami Otak Popcorn

Salah satu dampak utama dari otak popcorn adalah efeknya yang merugikan fokus pada otak.