TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang 2022, banyak kasus bencana alam di Indonesia. Bencana-bencana yang terjadi di antaranya banjir, tanah longsor, erupsi gunung, hingga gempa bumi yang belakangan terlihat makin kerap terjadi.
Dikutip dari laman resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana alam yang terjadi selama 2022 mencapai 3.503 kejadian. Rincian berdasarkan jenisnya adalah 28 kali gempa bumi, 1 kali gunung api meletus, 251 kebakaran hutan dan lahan, 4 kali kekeringan, 1.511 banjir, 634 kejadian tanah longsor, 1.048 cuaca ekstrem, serta 26 gelombang pasang atau abrasi.
Dengan banyaknya kejadian tersebut, bagaimanakah sebenarnya keadaan geografis di Indonesia?
Menurut Mohamad Sapari Dwi Hadian, Manajer Riset dan Inovasi di Fakultas Teknik Geologi (FTG) Universitas Padjadjaran (Unpad), Indonesia berada di daerah ekuator.
“Jadi katakanlah dari Andaman sampai ke NTT, itu (pertemuan lempeng) di bagian pesisir bagian Barat dan Selatannya. Kalau dilihat dari Sumatera itu (pertemuan lempeng ada di) bagian Barat, kalau di Jawa itu bagian Selatan sampai ke NTT.” tuturnya, saat diwawancara Tempo.co pada Kamis, 29 Desember 2022 melalui zoom meeting.
Selain itu, dosen yang berfokus pada bidang geologi lingkungan ini menyebutkan bahwa Indonesia juga merupakan bagian dari ring of fire atau lingkaran api Pasifik. “Di bagian Sulawesi, Maluku, dan sekitarnya, itu kita juga punya triple junction. Itu adalah lingkaran api ya kalau dari geologi,” ujar Sapari.
Ring of fire ini dijelaskannya sebagai daerah sumber kemunculan mineral. Daerah ini juga memiliki banyak sumber daya alam yang potensial di dalamnya, namun ada sisi lainnya yang bisa merugikan Indonesia sendiri.
Cincin api tercipta dari adanya pergerakan lempeng tektonik. Oleh karena itu, wilayah yang berada di atasnya berpotensi mengalami berbagai pergerakan geologis.
Potensi bencana Indonesia
Berada di daerah lingkaran api membuat Indonesia memiliki peluang yang besar terjadinya beberapa bencana alam. Beberapa bencana yang sangat mungkin terjadi di sini menurut Sapari adalah gunung meletus dan gempa bumi, sehingga manifestasi dari hal tersebut bisa menjadikan gerakan tanah, longsor, dan seterusnya.
Selain itu, Sapari menyebutkan bahwa kondisi yang sedang marak terjadi saat ini adalah perubahan cuaca ekstrem, contohnya hujan deras terus menerus yang menyebabkan banjir bandang.
Upaya mitigasi bencana
Saat ditanya mengenai perubahan dan potensi bencana dari tahun ke tahun, Sapari menjelaskan bahwa bencana itu bukan berdasarkan tahun.
“Kalau kita lihat dari bencana sih sebenernya ga melihat tahun ya, mau tahun berapa pun kalau terjadi bencana ya terjadi,” kata dia.
Sapari menyebutkan, walaupun pada 2022 banyak jenis bencana alam yang terjadi di Indonesia, namun untuk tahun-tahun berikutnya tidak serta merta bisa diprediksi dengan pasti.
Menurutnya, bencana yang tidak alami yang bisa diantisipasi antara lain adalah kebakaran hutan, meskipun memang sudah berkurang jauh dibanding tiga tahun ke belakang.
Di sisi lain, perlu dilakukannya upaya mitigasi untuk mempersiapkan jika sewaktu-waltu terjadi bencana. “Apalagi kalau terjadi mixing, contohnya jika terjadi gempa bumi, kemudian setelahnya ada cuaca ekstrem. Artinya kan bangunan rusak, intensitas hujan besar. Itu harus diketahui juga SOP penanganannya seperti apa,” ujarnya.
Pada kesimpulannya, walaupun Indonesia berada di daerah yang sangat berpotensi terjadi bencana-bencana alam gempa tektonik dan vulkanik, tetapi jangan lupakan adanya jenis bencana lain. Cuaca ekstrem dan bencana natural maupun yang disebabkan ulah manusia tentu harus diwaspadai pula.
PUTRI SAFIRA PITALOKA
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.