TEMPO.CO, Bandung - Kenaikan aktivitas Gunung Ijen di Jawa Timur baru terlihat sebatas meningkatnya suhu di danau kawah gunung tersebut. Kenaikan suhu diikuti dengan gelembung yang muncul dari dalam kawah dan perubahan warna air danau.
Koordinator Gunung Api di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Oktory Prambada, menyebut sistem hidrotermal yang berada di balik aktivitas Gunung Ijen saat ini. "Magmanya gak kemana-mana, hanya pemanasan lapisan pembawa air di bawahnya, itu terpanasi oleh magma,” kata dia, Senin 9 Januari 2023.
Oktory mengatakan, bersama aliran air panas yang ke luar ikut merembes sulfur atau belerang. Sulfur yang keluar bercampur air membuat air danau bisa berubah derajat keasamannya. “Asam PH-nya bisa sampai 1, asam sekali," kata Oktory.
Air danau dengan tingkat asam seperti itu, Oktory mengungkapkan, salah satu alasan Badan Geologi menaikkan status aktivitas Gunung Ijen menjadi Waspada. Alasan lainnya adalah potensi bahaya gas CO2 yang merembes mengalir mengikuti lembah sungai.
Oktory menyebutnya sebagai potensi bencana yang bisa mengakibatkan jatuh korban ataupun kerugian infrastruktur. Di lembah sungai itulah terdapat aktivitas manusia seperti penambangan sulfur dan wisatawan. "Karena ada potensi bahaya tersebut maka statusnya dinaikkan,” kata Oktory.
Menanggapi potensi terjadinya tsunami di danau kawah Ijen, Oktory menjawab, "Sekalipun terjadi semburan akan menyebabkan limpasan air ke arah lembah sungai." Sementara di seputar daerah berbahaya, menurutnya, tidak ada permukiman warga. "Di situ ada lembah yang berujung di Kawah Ijen. Kalau ada letusan airnya akan luber ke situ,” kata dia.
Badan Geologi mengumumkan status aktivitas Gunung Ijen naik dari Normal menjadi Level 2 atau Waspada terhitung Minggu, 8 Januari 2023, pukul 14.00 WIB. Dengan naiknya status tersebut Badan Geologi merekomendasikan agar tidak mendekat dalam radius 1,5 kilometer dari bibir kawah. Masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Banyu Pait juga diminta waspada terhadap potensi aliran gas vulkanik seperti yang dituturkannya di atas.
Aktivitas penambang belerang di kawah Gunung Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis 7 November 2019. Penambang di kawah Ijen rata-rata mampu menghasilkan 150-200 kilogram belerang per hari dan dijual ke pengepul seharga Rp1.250 per kilogram. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Sebelumnya, data pengamatan visual dan instrumental menunjukkan adanya kenaikan aktivitas di Gunung Ijen. Sejak Juli 2022, misalnya, teramati peningkatan kejadian gempa embusan dan gempa vulkanik dangkal yang menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan pada kedalaman dangkal sebagai akibat dari aktivitas hidrothermal.
Tanda lainnya ditunjukkan dengan perubahan warna air danau kawah dari hijau menjadi hijau keputih-putihan. Perubahan warna tersebut diakibatkan naiknya endapan dari dasar danau ke permukaan akibat tekanan gas yang kuat dari dasar danau.
Suhu air Kawah Ijen juga ikut meningkat seiring dengan naiknya tekanan atau konsentrasi gas yang ke luar dari dasar danau. Biasanya disertai dengan munculnya gelembung-gelembung gas di permukaan air kawah dan bau belerang menyengat.
Pada periode inilah, peneliti tsunami dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Widjo Kongko, mengungkap pengunjung perlu waspada terhadap aktivitas Danau Kawah Gunung Ijen. Potensi bahaya disebutnya tidak hanya munculnya gas-gas vulkanik konsentrasi tinggi, "Tapi juga tsunami di sekitar danau seperti di tahun 2020," katanya lewat akun media sosial, 7 Januari 2023.
Adapun Badan Geologi dalam peringatannya menyebut potensi bahaya yang bisa ditimbulkan dengan naiknya aktivitas Gunung Ijen, antara lain, adalah gas vulkanik dengan konsentrasi tinggi di sekitar kawah. Gas berasal dari aktivitas solfatara di dinding Kawah Ijen serta difusi gas vulkanik dari dalam kawah ke permukaan.
Potensi bahaya lainnya adalah erupsi freatik berupa semburan gas dari danau kawah yang bisa terjadi tanpa didahului oleh tanda-tanda peningkatan aktivitas dari pengamatan visual maupun kegempaan. Badan Geologi mencatat beberapa kejadian peningkatan aktivitas Kawah Ijen sering kali diikuti dengan kejadian outburst gas, atau semburan gas dari danau kawah tersebut.
Gas yang menyembur terutama CO2. Gas tersebut memiliki berat jenis yang lebih berat dari udara sehingga cenderung mengalir menyusuri lembah, seperti yang sempat terjadi pada erupsi Maret 2018.
Badan Geologi mencatat erupsi Gunung Ijen sejak 1900 terjadi berupa letusan freatik yang bersumber dari danau kawah. Erupsi freatik pada 1993 menghasilkan kolom asap hitam yang mencapai ketinggian satu kilometer. Pada 2017 dan 2018, masing-masing sempat terjadi 3 kali semburan gas CO2.
Semburan gas yang cukup besar terjadi pada 10 Januari 2018, 19 Februari 2018, serta 21 Maret 2018. Saat itu terjadi aliran gas CO2 menyusuri lembah Sungai Banyu Pait hingga mencapai jarak tujuh kilometer.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.