TEMPO.CO, Jakarta - Belum juga putus rentetan gempa susulan dari gempa merusak M5,6 di Cianjur, gempa berkekuatan signifikan bermunculan menguncang dan menggoyang di banyak lokasi lain. Di Jawa Barat, misalnya, terjadi gempa Garut (M6,1) dan Sukabumi (M5,8) setelah yang di Cianjur.
Lalu, membuka 2023, gempa merusak terjadi di Jayapura (M5,4). Gempa signifikan lainnya mengguncang Tanimbar, Maluku (M7,5), Bengkulu (5,3), dan Aceh Singkil (6,2). Ada juga beberapa kali di Bali.
Beruntung, dari sejumlah gempa kuat yang sudah terjadi dari laut tak ada yang sampai disusul dengan bencana tsunami. Begitu juga sejumlah gempa kuat tak sampai merusak. Tapi, apakah arti dari rangkaian gempa kuat tersebut dan adakah yang harus dicemaskan dari tren gempa yang terjadi itu?
Baca juga: Gempa M7,9 di Maluku, Ada Peringatan Dini Tsunami
Tempo.co mewawancarai Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengenai rentetan gempa kuat yang terjadi belakangan ini. Dalam wawancara lewat aplikasi perpesanan WhatsApp, Selasa 17 Januari 2023, itu Daryono menjelaskan bagaimana BMKG juga tak menduga sebagian kemunculan gempa-gempa kuat itu--meski gempa-gempa itu dinyatakannya pula masih wajar.
Berikut ini kutipan selengkapnya,
Adakah catatan khusus dari BMKG soal situasi kegempaan belakangan ini?
Tidak ada catatan khusus. Fenomena kegempaan semacam ini satu hal wajar dan normal karena gempa memang memiliki tipe yang bermacam-macam, adapun kejadian tipe-tipenya bergantung lokasi dan kondisi geologi dan tektoniknya.
Jadi, rentetan gempa kuat di akhir 2022 dan awal 2023 ini tidak tergolong luar biasa?
Tren gempa semacam ini masih wajar, di masa lalu juga ada dimana pola aktivitas gempa semacam ini.
Apakah gempa-gempa kuat yang terjadi itu sudah diprediksi sebelumnya?
Semua gempa yang terjadi akhir-akhir ini tidak dapat diprediksi. Hanya saja gempa-gempa tersebut sebagian besar terjadi pada sumber-sumber yang sudah dikenali, meski ada juga gempa terjadi pada sumber gempa yang belum terpetakan.
Gempa dengan magnitudo 4,9 (belakangan diperbarui menjadi M5,4) mengguncang Jayapura, Papua, pada hari Senin, 2 Januari 2023, pukul 01.24 WIB. (BMKG/Daryono)
Tidak mudah untuk menduga kapan dan di mana serta berapa magnitudo suatu gempa. Gempa Maluku, Papua, Cianjur, dan lainnya itu kami sama sekali tidak tahu kapan terjadinya meski sumbernya kami tahu bahwa di situ dapat terjadi gempa tapi entah kapan.
BMKG juga melakukan riset prediksi gempa kan, bagaimana kemajuannya saat ini?
BMKG selama ini juga melakukan kajian prekursor gempa. Beberapa metode prediksi gempa seperti geomagnet, gas radon, dan lain-lain belum memberikan hasil memuaskan. Ada yang konsisten mampu "memprediksi" tetapi beberapa kejadian gempa signifikan juga tak mampu diprediksi sehingga hal ini masih menjadi kajian atau riset.
Adakah peluang sebab akibat di antara kemunculan gempa-gempa itu, karena mereka terjadi dalam waktu berdekatan?
Berkaitan antar gempa bisa saja terjadi karena dalam ilmu gempa ada konsep atau teori picuan statik. Tetapi, syaratnya harus dekat sumber gempa yang bakal terpicu, dan tentunya akumulasi energi tegangan kulit bumi-nya harus sudah maksimum.
Akumulasi energi tegangan kulit bumi itu bisa diukur, atau masih sebatas teori?
Nyata ada, hanya sulit cara menghitungnya secara akurat.
Adakah pesan yang ingin disampaikan BMKG ke publik atau pemerintahan dari situasi gempa belakangan ini?
Meningkatnya aktivitas gempa akhir-akhir ini kami menilainya masih tergolong wajar. Ini karena kami mengacu pada data gempa jangka panjang. Data statistik gempa jangka panjang menunjukkan beberapa tahun lalu juga pernah seperti akhir-akhir ini.
Kita tahu dinamika gempa di Indonesia berdasarkan data. Hingga saat ini gempa belum dapat diprediksi sehingga, agar terjamin keamananannya terhadap gempa, maka kita harus fokus mewujudkan bangunan tahan gempa dan memahami cara selamat saat terjadi gempa