TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama BRIN, BNPB, dan TNI AU menggelar operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk membantu proses evakuasi korban longsor di Pulau Serasan, Natuna, Kepulauan Riau.
"Kondisi cuaca sangat berpengaruh dalam proses evakuasi dan pencarian korban. Selain itu dikhawatirkan juga terjadi longsor susulan jika hujan terus mengguyur sehingga membahayakan tim evakuasi," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Natuna, Sabtu, 11 Maret 2023.
Ia menerangkan, BMKG bertugas menentukan awan dan titik koordinat semai NaCl atau garam. Setelahnya, garam akan diangkut dengan menggunakan pesawat milik TNI AU dan ditabur secara manual di atas awan target.
NaCl disemai di awan-awan hujan cumulus. Garam disemai bertujuan untuk mempercepat proses hujan agar segera terjadi sebelum memasuki Pulau Serasan, Natuna. Dengan begitu diharapkan proses evakuasi dan pencarian korban bisa terlaksana dengan baik dan tidak terhalang oleh hujan.
Seperti diketahui, satu kampung tertimbun tanah longsor di Desa Pangkalan, Kecamatan Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, pada Senin, 6 Maret 2023. Hingga hari Jumat, 10 Maret 2023, jumlah korban jiwa mencapai 55 orang, yaitu 37 orang ditemukan meninggal dan 18 orang dilaporkan masih hilang.
Dwikorita menjelaskan bahwa bencana longsor yang menerjang perkampungan di Pulau Serasan dipicu oleh intensitas curah hujan yang tinggi. Kondisi tersebut disebabkan adanya fenomena Borneo Vorteks yang juga pernah menjadi pemicu terjadinya hujan ekstrem penyebab banjir di wilayah Kalimantan Barat.
Fenomena Borneo Vortex dipicu adanya Monsun Asia di mana angin yang membawa hujan ditambah dengan terjadinya sirkulasi siklonik yang mengakibatkan pusaran yang cukup tinggi dan membentuk awan-awan hujan di wilayah Natuna.
BMKG telah memberikan peringatan dini cuaca ekstrem sejak 28 Februari 2023 sebelum kejadian bencana longsor di Serasan, Natuna, pada 6 Maret 2023.
Sementara itu, Dwikorita mengungkapkan,bahwa kondisi cuaca di wilayah Natuna pada tanggal 11 sampai dengan 14 Maret diprediksi akan terjadi angin kencang. "Mohon doanya bahwa hari Sabtu akan mulai melakukan teknologi modifikasi cuaca untuk upayakan agar hujan dapat dialihkan, tidak pada lokasi yang sedang dilakukan pencarian korban,” katanya.
Pada kesempatan yang sama Deputi Bidang Meteorologi Guswanto mengimbau masyarakat yang tinggal di dataran tinggi, perbukitan, dan lereng untuk mewaspadai potensi terjadinya tanah longsor selama masa peralihan musim akibat hujan deras.
BMKG memprakirakan musim kemarau tahun 2023 akan tiba lebih awal dari sebelumnya, yaitu pada bulan April mendatang. Selain itu, curah hujan yang turun selama musim kemarau diprediksi akan normal hingga lebih kering dibandingkan biasanya. Adapun puncak musim kemarau 2023 diprediksi terjadi pada Agustus 2023
"Selama masa peralihan musim, potensi kebencanaan hidrometeorologi meningkat. Karenanya kepada masyarakat kami imbau waspada angin kencang yang memicu pohon tumbang dan hujan deras yang lama dan bisa menyebabkan longsor," jelas Guswanto.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.