TEMPO.CO, Jakarta - Perdagangan satwa liar ilegal masih menjadi salah satu ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup banyak spesies satwa langka. Apalagi, keberadaan internet semakin memungkinkan perdagangan ilegal ini berkembang lebih mudah daripada sebelumnya. Tak terkecuali di dark web, ada ribuan satwa liar diperjualbelikan secara bebas di dalamnya selain aktivitas gelap lainnya.
Dark web sendiri merupakan jaringan internet yang tidak bisa diakses oleh sembarang orang. Untuk mengakses situs yang ada di dark web, pengguna harus menggunakan software tertentu, sehingga interaksi di dalamnya sepenuhnya anonim. Belakangan terungkap, di dark web ada banyak satwa liar pula yang dijual dan bahkan disebutkan sebagai bahan baku produksi narkoba.
Sebagai Bahan Baku Narkoba
Berdasarkan laman sciencealert.com, sebuah penelitian baru telah mengidentifikasi ratusan spesies diperdagangkan di dark web. "Yang mengejutkan kami adalah bahwa mayoritas spesies yang diperdagangkan di sana adalah untuk khasiat obat rekreasi mereka, khususnya untuk senyawa psikoaktif," kata Phill Cassey ahli ekologi dari University of Adelaide, Phill Cassey, kepada Australian Broadcasting Corporation (ABC).
Mayoritas yang dimaksud Cassey adalah jenis-jenis tumbuhan dan jamur. Namun, beberapa satwa termasuk di dalamnya. Cassey menunjuk contohnya kodok gurun Sonoran (Incilius alvarius). Kelenjar beracun kodok gurun Sonoran disebutkannya mengandung 5-MeO-DMT psikedelik. "Orang menukar ini untuk menjilatnya," kata Cassey lagi.
Kolega Cassey, Oliver Stringham juga pernah bersama timnya menelusuri 2 juta iklan di dark web antara 2014 dan 2020. Mereka menemukan perdagangan 153 jenis spesies satwa dan tumbuhan yang berbeda-beda. Spesies yang paling sering diperdagangkan adalah Mimosa tenuiflora, jenis pohon di Amerika Selatan yang mengandung DMT halusinogen yang kuat.
Untungnya, sebagian besar spesies tumbuhan obat itu berasal dari populasi yang tidak terancam. Sedangkan sebagian kecil yang berada dalam status rentan antara lain peyote yang mengandung psikedelik.
Ada pula spesies lain yang diperdagangkan untuk khasiatnya sebagai obat-obatan tradisional, produksi pakaian, dan aksesoris seperti tas. Sebagian kecil lainnya diperdagangkan sebagai hewan peliharaan.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa perdagangan satwa liar di internet yang dapat dilihat oleh publik (open web) diatur dengan sangat buruk. Sehingga orang untuk dapat dengan mudah mengakses dark web hanya dengan menggunakan perangkat lunak khusus.
Stringham mengatakan, penyebab utama perdagangan ilegal ini karena kurangnya penegakan hukum. "Artinya, pengawasan dan penegakan reguler dapat memprioritaskan area internet ini," kata Stringham.
Perdagangan Ilegal di Dark Web Mengancam Spesies
Kejahatan lingkungan sering dianggap sebagai kejahatan 'tanpa korban'. Padahal sejatinya kejahatan tersebut berpotensi merusak kesehatan masyarakat karena bisa menyebabkan terjadinya penyebaran penyakit baru. Belum lagi perdagangan ilegal satwa liar mengancam keberadaan seluruh spesies.
Jadi, meskipun ada undang-undang seputar kejahatan ini, penegakan hukum tetap sulit terjadi. Tak heran apabila perdagangan satwa liar ilegal menjadi salah satu kejahatan transnasional terbesar. “Perdagangan spesies yang tidak diatur ini sebagian besar masih belum terlacak oleh sebagian besar negara, dan status konservasi banyak spesies masih belum ditentukan,” bunyi catatan dari hasil penelitian.
Stringham dan tim juga menemukan beberapa hewan yang diperdagangkan di dark web seperti burung beo abu-abu Afrika dan kulit harimau, serta hewan langka, seperti kumbang Goliath dan teripang Jepang. Ada juga spesies seperti laba-laba, kalajengking, dan arachnida lainnya. Perburuan liar jenis-jenis hewan seperti ini mendorong terjadinya penurunan ribuan spesies.
“Hilangnya spesies asli dari pemanenan yang tidak berkelanjutan dan masuknya spesies asing berkontribusi pada degradasi sistem alam, yang pada akhirnya mengancam kesejahteraan umat manusia,” tulis Stringham dan rekannya.
Solusi Atas Perdagangan Ilegal Satwa Liar di Dark Web
Di sisi lain, para peneliti juga khawatir jika hukum terhadap perdagangan satwa liar di dark web ditegakkan, maka justru akan mendorong perdagangan “bawah tanah” yang lebih besar. Penegakan hukum kemungkinan besar akan mengalihkan lebih banyak perdagangan hewan peliharaan dari open web ke dark web.
Oleh karena itu diperlukan juga pembatasan permintaan konsumen, yang ternyata sebagian besar berasal dari negara kaya. Program pemuliaan bersertifikat untuk beberapa spesies dalam permintaan juga telah diusulkan untuk meminimalkan risiko penurunan populasi satwa liar.
"Jika perdagangan satwa liar di masa depan meningkat di dark web, kami telah menyediakan dasar untuk membandingkan komposisi dan frekuensi perdagangan," kata Stringham dan tim menyimpulkan.
RIZKI DEWI AYU
Pilihan Editor: Polusi Plastik, PBB disebut Akan Buat Aturan Ikat Semua Negara
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.