TEMPO.CO, Jakarta - Associate Professor of Computer Science, Boston University menjelaskan dampak artificial intelligence (AI) generatif seperti ChatGPT terhadap lingkungan. Dia mempertanyakan energi yang dibutuhkan oleh teknologi ini, dan dampaknya pada jejak karbon di masa depan.
Kata “generatif” mengacu pada kemampuan algoritme AI untuk menghasilkan data yang kompleks. Alternatifnya adalah AI “diskriminatif”, yang memilih antara sejumlah opsi tetap dan hanya menghasilkan satu angka. Contoh output diskriminatif adalah memilih untuk menyetujui aplikasi pinjaman.
AI generatif dapat membuat output yang jauh lebih kompleks, seperti kalimat, paragraf, gambar, bahkan video pendek. Teknologi ini telah lama digunakan dalam aplikasi seperti speaker pintar untuk menghasilkan respons audio, atau pelengkapan otomatis untuk menyarankan kueri penelusuran.
Namun, AI generatif baru-baru ini memperoleh kemampuan untuk menghasilkan bahasa dan foto realistis. AI generatif merupakan teknologi yang berada di balik chatbot seperti ChatGPT dan image generator.
Memakan Banyak Energi
Biaya energi pasti dari satu model AI sulit untuk diperkirakan. Biaya ini mencakup energi yang digunakan untuk memproduksi peralatan komputasi, membuat model, dan menggunakan model dalam produksi.
Pada 2019, para peneliti menemukan bahwa pembuatan model AI generatif yang disebut BERT dengan 110 juta parameter menghabiskan energi setara dengan penerbangan lintas benua bolak-balik untuk satu orang. Jumlah parameter mengacu pada ukuran model, dan model yang lebih besar umumnya lebih terampil.
Para peneliti memperkirakan bahwa pembuatan GPT-3 yang memiliki 175 miliar parameter menghabiskan 1.287 megawatt jam listrik dan menghasilkan setara 552 ton karbon dioksida, setara dengan 123 kendaraan penumpang bertenaga bensin yang dikemudikan selama satu tahun. Dan itu hanya untuk menyiapkan model untuk diluncurkan, sebelum konsumen mulai menggunakannya.
Ukuran bukan satu-satunya prediktor emisi karbon. Model akses terbuka BLOOM yang dikembangkan oleh proyek BigScience di Prancis memiliki ukuran serupa dengan GPT-3 tetapi dengan jejak karbon yang jauh lebih rendah, mengonsumsi listrik 433 MWh dalam menghasilkan 30 ton CO2eq.
Sebuah studi oleh Google menemukan bahwa untuk ukuran yang sama, menggunakan model arsitektur dan prosesor yang lebih efisien serta pusat data yang lebih ramah lingkungan dapat mengurangi jejak karbon sekitar 100 hingga 1.000 kali lipat.
Model AI yang lebih besar memang menggunakan lebih banyak energi dalam penerapannya. Data tentang jejak karbon dari satu kueri AI generatif masih terbatas, tetapi beberapa tokoh industri memperkirakan sekitar empat sampai lima kali lebih tinggi daripada kueri mesin pencari.
Saat kepopuleran chatbot dan image generator meningkat, dan saat Google dan Microsoft memasukkan model bahasa AI ke dalam mesin pencari mereka, jumlah kueri yang mereka terima setiap hari dapat bertambah secara signifikan.
Popularitas Chatbot AI Naik
Beberapa tahun lalu, tidak banyak orang menggunakan model seperti BERT atau GPT. Hal ini berubah ketika OpenAI merilis ChatGPT pada 30 November 2022. Menurut data terbaru, ChatGPT mendapat lebih dari 1,5 miliar kunjungan pada Maret 2023.
Microsoft memasukkan ChatGPT kepada mesin pencarinya, Bing, yang tersedia untuk umum pada 4 Mei 2023. Jika chatbot menjadi sepopuler mesin pencari, biaya untuk energi penyebaran AI benar-benar bisa bertambah.
Masalah lainnya adalah model AI perlu terus diperbarui. Misalnya, ChatGPT hanya dilatih dengan data hingga tahun 2021, maka tidak mengetahui apa pun yang terjadi sejak saat itu. Jejak karbon pembuatan ChatGPT bukanlah informasi publik, tetapi kemungkinan jauh lebih tinggi daripada GPT-3. Jika harus dibuat ulang secara teratur untuk memperbarui pengetahuannya, biaya energi akan semakin besar.
Satu keuntungan adalah menggunakan chatbot merupakan cara yang lebih langsung dalam mendapatkan informasi daripada menggunakan mesin pencari. Alih-alih mendapatkan halaman yang penuh dengan tautan, pengguna mendapatkan jawaban langsung. Mendapatkan informasi lebih cepat berpotensi mengimbangi peningkatan penggunaan energi dibandingkan dengan mesin pencari.
AI Ramah Lingkungan di Masa Depan
Meskipun satu model AI besar tidak akan merusak lingkungan, pengembangan ribuan bot AI dengan jutaan pengguna akan memakan banyak energi. Kabar baiknya adalah AI dapat beroperasi dengan energi terbarukan.
Dengan menyesuaikan penggunaan AI dengan ketersediaan energi hijau, emisi dapat dikurangi 30 hingga 40 kali, dibandingkan dengan menggunakan jaringan yang didominasi oleh bahan bakar fosil.
Selain itu, tekanan masyarakat dapat membantu mendorong perusahaan dan laboratorium penelitian untuk mempublikasikan jejak karbon model AI mereka. Di masa mendatang, mungkin konsumen bahkan dapat menggunakan informasi ini untuk memilih chatbot yang “lebih ramah lingkungan”.
The Conversation
Pilihan Editor: Kasus Perjokian di UTBK, Ini Kata Kepala Departemen Hukum Pidana Unpad