TEMPO.CO, Padang - Rozidateno Putri Hanida, warga Kota Padang, Sumatera Barat, telah selama 11 tahun ini setia kepada gaya hidup diet sampah, zero waste. Memilah sampah organik dan anorganik adalah keseharian Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik (FISIP) Universitas Andalas ini.
Termasuk upaya menggunakan ulang, mengurangi, dan mendaur ulang sampah rumah tangganya. "Saya lakukan hal ini berangkat dari rasa tanggung jawab terhadap sampah saya sendiri," kata Rozi yang menjalani gaya hidup itu bersama suaminya sejak 2012.
Mereka berkomitmen untuk memulai hidup diet sampah demi terbentuknya lingkungan yang sehat dan bebas sampah. Tak sebatas itu, Rozi juga pernah mengolah sampahnya sendiri untuk dijadikan kerajinan tangan, seperti vas bunga, tetapi hal itu tidak berjalan lama.
"Saya pernah mengolahnya menjadi eco brit, tetapi sudah tidak jalan lagi," katanya sambil menambahkan, "Saat ini saya mencoba membuat sabun mandi dari minyak jelantah."
Komitmen lainnya diterapkan dengan selalu membawa kantong belanja, botol minum, dan kantong belanja, sampai cup menstruasi saat bepergian. Hal ini dilakukan untuk mengurangi menghasilkan sampah.
Baca juga:
Selain baik untuk lingkungan, zero waste diaku membuatnya lebih hemat dan praktis. Dia mencontohkan dengan dirinya yang tidak lagi menggunakan pembalut saat menstruasi. "Jika beli menstrual cup itu kelihatannya memang mahal yaitu sekitar Rp 300 ribu, tetapi bisa dipakai selama tiga atau empat tahun," katanya membandingkan dengan biaya kebutuhan pembalut selama 4 tahun, "Itu total uang yang keluar bisa dua kali lipat."
Rozi mengaku tak mudah menyebarluaskan tren zero waste kepada orang lain. Bahkan tak jarang cemooh dan tentangan yang didapat karena dipandang mempersulit diri sendiri. Kesiapan lingkungan sekitar, diakui Rozi, masih menjadi tantangan terbesar untuk tren zero waste. Bahkan regulasi dari pemerintah daerah setempat dinilainya tak mendukung.
Tapi Rozi memilih tak mundur. Terbukti sudah 11 tahun diet sampah dijalaninya. "Saya hadapi saja dengan senyum. Kalau tidak kita yang memulai, siapa lagi?" ujarnya.
Sikap yang sama ditunjukkan Healti Vitalia, seorang tenaga kesehatan di Puskesmas Andalas, Kota Padang. Dia mengaku mengakrabi zero waste sejak 2017, berangkat dari keprihatinannya melihat kotornya lingkungan kota tempat tinggalnya itu dan rendahnya kesadaran sebagian masyarakatnya untuk menjaga kebersihan.
"Seiring berjalannya waktu, saya berpikir tidak ada gunanya jika tidak melakukan tindakan dan hanya mengomel," katanya. Healti menuturkan belajar gaya hidup zero waste dari media sosial. "Zero waste kan sebuah kebiasaan. Mengubah kebiasan itu yang paling sulit, tetapi kalau sudah dijalani pasti akan lebih gampang," katanya.
Healti menceritakan, langkah awal untuk gaya hidup barunya itu adalah dengan memilah sampah. "Saya punya komposer di rumah, jadi nanti yang organik bakal dijadikan pupuk dan non organik akan didaur ulang kembali."
Selanjutnya, sampah yang sudah dipilah dan tidak bisa dipakai kembali, akan diantarkan ke bank sampah. Biasanya setiap satu kali dalam seminggu. Dia juga diet plastik. Seperti halnya Rozi, Healti pun bepergian membawa tempat minum, kantong belanja dan tempat makan.
Kini, sudah lima tahun Healti menjalani diet sampah dan dia mengaku sudah tidak kesulitan. Tugasnya kini adalah memberi contoh untuk anggota keluarganya juga lingkungan sekitarnya sehingga zero waste bisa meluas. "Bagi saya saat ini setidaknya kita bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan oleh individu," kata Healti.
Pilihan Editor: Ini Headset Vision Pro yang Baru Diumumkan Apple, Ada VisionOS, Chip R1, EyeSight, dan Lainnya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.