TEMPO.CO, Garut - Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menutup dua tambang pasir ilegal di Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Polisi juga menetapkan dua pegawai tambang sebagai tersangka serta menyita tiga unit eksavator dan 11 unit truk pengangkut pasir.
Kanit 1 Subnit 2 Dittipidter Bareskrim AKBP Martua Silitonga mengatakan, berdasarkan Peraturan Daerah Garut, daerah Banyuresmi masuk dalam kategori kawasan tambang, namun kegiatan perusahaan tersebut tidak memiliki izin sejak 2019 lalu. "Kegiatan tambang itu melanggar Undang-Undang tentang Minerba," ujar Martua, Rabu, 14 Juni 2023.
Menurut dia, perusaahan tambang yang pertama diduga melanggar Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batuan dengan maksimal hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 100 miliar. Kemudian untuk perusahaan kedua dikenakan Pasal 158 junto Pasal 35, karena melakukan aktivitas tambang tanpa izin.
Meski telah menyita barang bukti dan menetapkan tersangka, namun polisi belum menetapkan pemilik pertambangan ilegal itu sebagai tersangka. Alasannya, karena masih dilakukan pemeriksaan. Polisi baru menetapkan dua karyawan perusahaan sebagai tersangka yang berinisial NS, 50 tahun dan UJA, 55 tahun.
Saat ini polisi belum menentukan luasan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat penambangan pasir liar tersebut. "Kami masih melakukan pemeriksaan, tunggu saja perkembangan selanjutnya," ujar Martua.
Berdasarkan pantauan Tempo, kegiatan penambahan pasir marak terjadi di kawasan Kecamatan Leles dan Banyuresmi. Kerusakan alam juga dapat dilihat dari jalan raya Bandung-Garut, dengan banyaknya tebing tinggi yang mengangga hingga ratusan meter. Penambangan liar juga terjadi di Cagar Alam Gunung Api Guntur yang telah berlangsung cukup lama di Kecamatan Tarogong Kaler.
Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman, meminta pemerintah pusat dan provinsi untuk menertibkan tambang pasir di wilayahnya. Alasannya, karena perizinan tambang pasir diurus oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selain itu kegiatan tambang pasir juga tidak memberikan dampak yang signifikan terutama bagi penghasilan asli daerah (PAD).
Menurut Helmi, saat ini banyak tambang pasir ilegal yang bermunculan di wilayahnya. Dampaknya terjadi kerusakan lingkungan yang cukup besar karena tidak adanya reklamasi setelah dilakukan penambangan. "Kami sudah melaporkan kondisi ini ke provinsi, masyarakat juga mengeluh hanya mendapatkan debunya saja," ujar Helmi.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.