TEMPO.CO, Jakarta - Belasan siswi di Lamongan yang dibotaki guru karena tidak memakai ciput viral di media sosial. Hal tersebut dilakukan oleh guru Bahasa Inggris yang sekaligus Pembina Pramuka SMP Negeri 1 Sukodadi Lamongan. Tindakan ini mendapat protes keras oleh sejumlah wali siswa. Mereka menuntut agar yang bersangkutan dipecat secara tidak hormat.
Ramainya kasus tersebut ditanggapi oleh Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Holy Ichda Wahyuni. Holy menyebut mendidik dengan kekerasan bukanlah solusi dalam penanaman pendidikan karakter.
Menurutnya, Ki Hajar Dewantara menggaungkan konsep pendidikan humanis, harapannya agar pendidikan sebagaimana tujuannya yakni mencerdaskan anak bangsa, membangun keterampilan, dan karakter dilakukan dengan cara yang baik.
“Zaman sudah berganti, banyak pendekatan yang bisa diterapkan untuk mendidik karakter siswa atau anak, apalagi konteksnya anak remaja,”ujar Holy Selasa, 29 Agustus 2023 dilansir dari situ UM Surabaya.
Ia menyebut pendekatan secara kultural, personal, dan dengan penuturan yang bersahabat akan menghasilkan respons yang lebih positif. Sebab masa remaja adalah masa ketika seorang anak membutuhkan figur teman yang "ngemong", bukan figur yang serta merta mendikte apalagi dengan paksaan.
“Persoalan kesempurnaan dalam berhijab, seharusnya guru bisa memakai cara lain daripada dengan membotaki rambut yang tentu akan meninggalkan rasa trauma pada anak,” kata dia.
Ia mencontohkan, guru bisa mengajak siswa ke ruangan yang privat dan memberikan pengertian tentang pengertian aurat. Guru juga bisa membetulkan rambut siswa agar tidak terlihat, lalu memberi pujian dan apresiasi. Hal tersebut akan memberi kesan yang lebih baik. "Hal ini sejalan dengan semboyan kita ing garso sung tuladha ing madya mangin karso tutwuri handayani," ujarnya.
Sebelumnya, EN, seorang guru SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, dibebastugaskan usai menggunduli belasan siswinya karena tak tak menggunakan dalaman jilbab atau ciput. EN mendapati 14 siswi yang mengenakan jilbab, namun tanpa menggunakan ciput di dalamnya. EN lantas memotong rambut belasan siswi itu menggunakan mesin cukur. Walhasil kepala para siswi itu jadi botak sebagian.
Pilihan Editor: Respons Para Rektor Soal Aturan Nadiem Tak Wajibkan Skripsi, Mutu Lulusan Menurun?