TEMPO.CO, Palembang - Kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla yang terjadi di beberapa daerah di Sumatera Selatan berdampak buruk bagi kualitas udara di kota Palembang. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Akhmad Mustain menjelaskan saat ini terjadi penurunan kualitas udara di Kota Palembang.
Berdasarkan data Indeks Standar Pencemar Udara atau ISPU dari bulan Januari-Agustus 2023 rata-rata pada kondisi baik. Namun mulai Senin, 4 September 2023, nilai ISPU telah berada pada kategori tidak sehat dengan parameter kritis PM2.5 yang dapat disebabkan karena adanya kebakaran lahan maupun hutan.
Pada Senin, 28 Agustus lalu, ISPU Palembang masih berkategori baik dengan nilai ISPU 33. Kategori tersebut mulai memburuk sejak Sabtu, 2 September akhir pekan lalu dimana ISPU tercatat 59 atau berkategori sedang.
Kemudian terus terjadi peningkatan pada Senin-Selasa, 4 dan 5 September ini yang menyimpulkan hasil perhitungan ISPU 114 pada Senin kemarin dan 116 pada Selasa ini. Dengan demikian, pada Senin-Selasa ini ISPU Palembang masuk kategori tidak sehat.
“Rakor tadi pak Sekda menginstruksikan kepada Camat, dan OPD terkait untuk melakukan antisipasi dampak penurunan kualitas udara dan pengaruh musim kemarau,” kata Mustain, Selasa, 5 September 2023.
Dari rapat koordinasi bersama OPD di lingkungan pemerintah Kota Palembang dan BMKG, berikut instruksi lengkap Sekda kota Palembang:
· Agar pihak kecamatan memantau wilayahnya masing-masing dalam rangka pencegahan terjadinya kebakaran lahan yang dapat menyebabkan penurunan kualitas udara dan memantau dampak kesehatan yang mungkin terjadi di wilayah kerja masing-masing, serta segera melaporkan kejadian kebakaran lahan sebelum meluas kepada Dinas Pemadam Kebakaran
· Dinas Kesehatan terutama melalui Puskesmas agar memantau kondisi masyarakat yang mungkin terdampak dari penurunan kualitas udara serta membagikan masker kepada masyarakat, jika tersedia
· Dinas Pendidikan agar berkoordinasi dengan OPD terkait (Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan) terhadap perkembangan kualitas udara (ISPU) dan dampak yang ditimbulkan terhadap siswa SD dan SMP untuk menetapkan kebijakan terkait jadwal belajar mengajar di sekolah
Kepada masyarakat diimbau untuk:
· Mengurangi aktivitas fisik terlalu lama di luar ruangan, jika beraktivitas di luar ruangan sebaiknya menggunakan masker
· Tidak melakukan pembakaran lahan dan segera melaporkan jika melihat adanya kebakaran lahan di sekitar wilayah tempat tinggal masing masing
Sementara itu Fadel Muhammad Madjid, Pengamat Meteorologi Geofisika Muda pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang menjelaskan karhutla menghasilkan asap yang berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama partikulat PM 2.5 yang dapat menyebabkan masalah pernapasan, penyakit kardiovaskular bahkan kematian.
Fadel mengatakan secara klimatologis, wilayah Sumatera Selatan memasuki musim kemarau pada Agustus ini. Hal itu ditandai dengan adanya penurunan curah hujan pada sepanjang bulan.
Musim kemarau menciptakan kondisi yang rentan terhadap karhutla. Tanah yang kering dan material organik yang mudah terbakar menjadi bahan bakar potensial untuk karhutla.
Jika pembukaan lahan tersebut dilakukan dengan cara membakar hutan dan lahan gambut, maka karhutla sangat berpotensi untuk terjadi. Apalagi jika lahan gambut terbakar, tentunya kabut asap yang ditimbulkan akan semakin lama bertahan di udara. Material yang berasal dari lahan gambut merupakan zat yang mudah terbakar dan dapat terbakar dalam waktu yang lama akan melepaskan banyak asap dan gas berbahaya.
Pilihan Editor: Kota Padang Alami Penurunan Kualitas Udara, Dinas: Akibat Karhutla Tetangga