TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengunjungi dua sekolah, yakni SD Negeri 024 Galang dan SMP Negeri 22 Batam dalam kunjungan kerjanya ke Batam, Kepulauan Riau. Dua sekolah itu sempat terkena gas air mata saat kericuhan antara polisi dan warga Rempang pada 7 September 2023.
Bahlil mengatakan kehadirannya di dua sekolah itu untuk memastikan proses belajar mengajar siswa berjalan lancar setelah kericuhan. "Saya datang ke sekolah agar tidak ada persepsi di media sosial yang aneh-aneh. Setelah saya cek dua sekolah terdampak gas air mata, sekarang mereka sudah sekolah seperti biasa. Di sini, mereka tertawa bersama saya," ujarnya, Senin, 18 September 2023.
Kericuhan pecah di Pulau Rempang saat petugas BP Batam datang untuk melakukan pengukuran lahan. Warga yang menolak rencana pengosongan lahan untuk dijadikan kawasan Rempang Eco City terlibat bentrok dengan polisi.
Saat bentrokan terjadi, anak-anak berlarian karena tembakan gas air mata ke arah sekolah mereka. Padahal, guru-guru SD tersebut sudah meminta agar gas air mata tidak ditembakan ke arah sekolah. Para guru pun membawa beberapa murid untuk lari melalui pintu belakang sekolah.
Akibat kericuhan di Pulau Rempang, sebelas anak dilarikan ke RSUD Batam karena mengalami perih di mata, pusing, lemas dan sesak nafas, karena terkena gas air mata.
Bahlil juga menanggapi dan akan mempertimbangkan kembali atas permintaan siswa di dua sekolah itu agar tidak menggusur sekolah mereka. "Iya, akan kami pertimbangan itu semua. Insya Allah lah. Kami kan punya hati semua," kata dia.
Sebelumnya, seorang siswi sempat menyampaikan ke Bahlil agar sekolahnya tidak digusur. Berkaitan dengan rencana pembangunan Rempang Eco City, pemerintah memang akan melakukan relokasi terhadap perkampungan warga dan fasilitas umum lainnya.
Namun Bahlil menegaskan tidak akan membongkar makam leluhur masyarakat Melayu di Pulau Rempang. "Untuk kuburan pendahulu kita, saya tidak izinkan dibongkar. Nanti ini akan dipagar, dibuat gapura, agar dapat nyaman berziarah," ujarnya.
Pihaknya juga sudah membuat pengajuan ke Pemerintah Pusat untuk membuatkan museum di pulau tersebut guna menunjukkan identitas kehidupan masyarakat Melayu di Pulau Rempang. "Ini masih proses, belum disetujui oleh pusat," kata Bahlil.
Terkait kondisi para siswa di Rempang, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Nahar mengatakan anak-anak di Pulau Rempang kemungkinan mengalami trauma karena menjadi korban kericuhan. "Jika melihat yang terjadi kemarin, maka dimungkinkan anak dapat mengalami trauma ataupun kecemasan pascamengalami peristiwa tersebut,” kata dia dalam keterangannya.
Nahar menilai anak-anak yang terdampak kericuhan di Pulau Rempang perlu pendampingan untuk mencegah dampak psikolgis berkepanjangan. Selain itu, perlu ada penguatan kepada pihak sekolah dan orang tua agar dapat mendukung pemulihan kondisi anak serta memperkuat pengawasan dan perlindungan kepada anak guna mengantisipasi terulangnya kejadian.
Pilihan Editor: Kisah Yubita, Berjuang Kuliah di UGM dengan Kaki Palsu