TEMPO.CO, Jakarta - Profesor adalah istilah lain dari guru besar. Guru besar bertugas sebagai seorang pendidik sekaligus peneliti yang hasil penelitiannya ditunggu oleh masyarakat luas, sebagai wujud dari pengabdian dalam bidang akademik dan implementasi tri dharma perguruan tinggi.
Hal itu sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa sebutan profesor atau guru besar hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih bekerja sebagai tenaga pendidik di perguruan tinggi.
Sementara itu, menurut Pasal 1 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, profesor merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih aktif mengajar di lingkungan universitas, institut, atau sekolah tinggi. Untuk memperoleh gelar profesor, seorang dosen harus memiliki kualifikasi akademik doktor (S3) dan diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lantas, apakah gelar profesor bisa dicabut?
Aturan Pencabutan Gelar Profesor
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) No. 2742/E4/TI.00.02/2021 perihal Permohonan Penyetaraan Profesor Riset dan LIPI, seseorang untuk mencapai jabatan akademik profesor atau guru besar harus melalui jenjang asisten ahli, lektor, dan lektor kepala.
Adapun jabatan fungsional akademik dosen diperoleh setelah memenuhi ketentuan dan angka kredit sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN-RB) No. 17 Tahun 2013 juncto PermenPAN-RB No. 46 Tahun 2013 dan Peraturan Mendikbud No. 92 Tahun 2014.
Mengacu pada Pasal 67 UU No. 14 Tahun 2005, dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
- Meninggal dunia.
- Mencapai batas usia pensiun.
- Atas permintaan sendiri.
- Tidak dapat melaksanakan kewajiban secara terus-menerus selama 12 bulan karena sakit secara jasmani dan/atau rohani.
- Berakhirnya masa perjanjian atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara satuan pendidikan.
Selain itu, dosen dapat diberhentikan secara tidak hormat karena beberapa hal sebagai berikut.
- Melanggar sumpah dan janji jabatan.
- Melanggar perjanjian atau kesepakatan kerja bersama.
- Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 bulan atau lebih secara terus-menerus.
Dengan demikian, gelar profesor atau dosen besar dapat dicabut karena termasuk jabatan fungsional. Pemberhentian secara tidak hormat tersebut ditetapkan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
Kasus Pencabutan Gelar Profesor
Kasus pencabutan gelar guru besar pernah menimpa dua mantan petinggi Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Sebelas Maret (UNS), yaitu Hasan Fauzi yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua MWA UNS dan Tri Atmojo Kusmayadi yang semula menjadi Sekretaris MWA UNS. Keduanya memperoleh sanksi dari Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
Pelaksana tugas (Plt) Wakil Rektor II Bidang Umum dan Sumber Daya Manusia (SDM) UNS Muhtar menjelaskan, penjatuhan sanksi tersebut masing-masing berdasarkan Surat Keputusan (SK) Mendikbudristek No. 29985/RHS/M/08/2023 dan No. 29986/RHS/M/08/2023 tertanggal 26 Juni 2023 tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin Pembebasan dari Jabatan Guru Besar Menjadi Jabatan Pelaksana, yang berlaku selama 12 bulan.
“Ini bunyi SK, otomatis gelar profesor sudah tidak boleh dipakai lagi selama 12 bulan. Namun, untuk gelar lain masih berlaku, seperti gelar akademik jenjang S1 sampai S3,” kata Muhtar di ruang kerjanya di Solo, Jawa Tengah, Rabu, 12 Juli 2023.
Adapun pencabutan gelar profesor tersebut ditengarai imbas dari konflik pemilihan rektor (pilrek) UNS yang berakibat pada pembekuan MWA pada April 2023. Namun, Muhtar mengaku tak tahu menahu apakah hal itu terkait atau tidak.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Cara Kemendikbud Cetak Guru Baru, PPG Prajabatan Disiapkan untuk Isi Ruang Talenta