TEMPO.CO, Jakarta - Bandung masih dalam kondisi darurat sampah hingga 24 September 2023. Keadaan ini akibat kebakaran TPA Sarimukti pada tengah malam 19 Agustus 2023. Api yang belum juga padam membuat tenggat waktu darurat diperpanjang dari batas waktu 11 September 2023. Sampah akhirnya dibuang di TPA darurat yang masih berada di lingkungan TPA Sarimukti.
Bagi warga yang memiliki kemampuan mengelola sampah sendiri, masalah TPA Sarimukti tidak terlalu banyak berpengaruh bagi kehidupan warga. Misalnya di Kelurahan Cihaurgeulis RW 07, sekretaris RW, Martin, dengan bangga menyatakan sampah organik tidak ada yang sampai ke TPA.
“100 persen sampah organik seluruh warga RW 07 kami habiskan di sini. Tidak ada yang dibawa keluar,” jelasnya kepada media saat keliling RW pada 16 September 2023.
Aliansi Zero Waste mengajak berbagai media untuk melihat cara warga dan aparat RW menangani sampah mereka. Kemampuan mengelola sampah ini tidak datang begitu saja. Usaha mulai dilakukan sejak tahun 2016.
Keadaan geografis RW bisa dikatakan menguntungkan untuk melakukan suatu program bersama. RW 07 hanya memiliki dua rukun tetangga, dengan jumlah kepala keluarga sekitar 100 orang. Luas wilayah hanya 5.600 meter persegi yang tampak asri dan bersih. Di sudut-sudut gang terlihat berbagai tanaman hias yang menyejukkan mata.
Di balik keindahan itu, Martin menceritakan berbagai usaha agar warga dapat kompak dalam mengurus sampah. Kuncinya diawali dari memilah sampah sejak dari rumah, antara organik dan anorganik. Masing-masing sampah diangkut pada hari yang berbeda.
Bagaimana jika ada warga yang tidak memilah? Di sinilah letak ketegasan pengurus RW. Martin menyebutkan adanya edaran resmi RW mengenai hal ini. “Jika di rumah sampah tidak dipilah maka ada punishment, catatan khusus untuk tiga bulan ke depan,” jelasnya.
Aparat RW melakukan monitoring setiap bulan menyesuaikan dengan jadwal pengambilan sampah. “Layanan administrasi tidak dilayani dan sampah tidak akan diangkut,” jelasnya. Layanan administrasi yang dimaksud adalah tidak akan dibantu dalam mengurus KTP, surat keterangan, surat izin atau apapun.
Ia mengklaim 99 persen warga terbiasa dengan cara tersebut. Hasilnya, karena kemampuan RW yang mampu mengelola sampah, membuat kerap mendapat kunjungan dari pihak lain untuk mempelajari rahasianya. Dinas Lingkungan Hidup juga rekomendasi RW 07 Kelurahan Cihaurgeulis sebagai tempat panutan.
Martin menceritakan beberapa cara untuk mengelola sampah organik seperti dengan menggunakan maggot, pengomposan dan bata terawang. Sedangkan sampah anorganik dikelola oleh karang taruna RW dan kelurahan.
Maggot atau belatung merupakan larva yang berasal dari lalat Black Soldier Fly (Hermetia Illucens, Stratimydae, Diptera) atau BSF. Secara ekologis, maggot berguna bagi proses dekomposisi bahan–bahan organik seperti mengonsumsi sayuran dan buah. Selain itu juga, maggot pun dapat mengkonsumsi sampah sayuran dan buah yang sangat cocok dalam pengelolaan sampah organik.
Maggot tersebut berusia remaja. “Inilah yang menghabiskan sampah organik di RW 07,” jelas Martin. Sayangnya, usaha mereka saat ini terkendala keterbatasan sarana dan agak rawan hama. Maggot yang memiliki protein tinggi disukai oleh tikus. Kini pihak RW tengah mencari tempat lain untuk memelihara maggot yang jauh dari hama tikus.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.