TEMPO.CO, Jakarta - Nama Prof Sardjito menjadi nama cendekiawan kesehatan yang memiliki pengaruh signifikan di Indonesia. Selain namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit di Kota Yogyakarta, Sardjito dikenal sebagai rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM).
Seperti dikutip dari buku yang ditulis oleh Rara Widuri dengan judul Sardjito, Sebuah Biografi Intelektual 1923-1970, dapat diketahui bahwa Sardjito lahir pada 13 Agustus 1888 di Desa Purwodadi, Magetan, Madiun, Jawa Timur. Lebih lanjut, Sardjito lahir dari ayah yang merupakan seorang guru bernama Sajit, sehingga masa kecilnya mendapatkan pendidikan disiplin.
Pada 1895 hingga 1901, Sardjito menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Purwodadi dan Lumajang, setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Rakyat, kemudian Sardjito melanjutkan pendidikannya di Sekolah Belanda dan menyelesaikannya pada 1907. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Sardjito memutuskan untuk melanjutkan studinya di STOVIA mulai dari 1907 hingga 1915.
Selepas menyelesaikan pendidikannya di STOVIA, kemudian Sardjito memutuskan untuk bekerja sebagai dokter pada sebuah rumah sakit yang terletak di Jakarta. Setelah setahun kemudian, Sardjito pindah ke Pasteur Institut Bandung hingga 1920.
Selama menempuh karier di Pasteur Institite, Bandung, Sardjito banyak mengeksplor rasa keingintahuannya sebagai seorang peneliti, bak gayung bersambut, Sardjito menjadi salah satu dokter yang masuk dalam tim peneliti influenza. Pada saat itu, virus influenza atau yang juga dikenal dengan flu merupakan penyakit yang mematikan bagi masyarakat.
Setelah merampungkan tugasnya sebagai tim peneliti virus influenza di Institut Pasteur Bandung, Sardjito kemudian berangkat ke Belanda untuk menempuh studi lanjutannya di Fakultas Kedokteran Universitas Amsterdam mulai dari 1922 hingga 1923. Selama 1 tahun menempuh pendidikan lanjutannya, Sardjito kemudian berhasil meraih gelar doktor setelah mempelajari mengenai penyakit iklim panas di Leiden.
Sepulang ke Indonesia, Sardjito langsung mengabdikan dirinya bagi dunia kesehatan Indonesia dengan berhasil menemukan beberapa penemuan signifikan, seperti obat penyakit batu ginjal dan obat penurun kolesterol. Selain itu, Sardjito juga berhasil mengembangkan vaksin yang akan menjadi obat bagi beberapa penyakit, seperti Tifus, Kolera, Disentri, Stretokoken, dan straflokoken.
Selain berkontribusi pada bidang kesehatannya, Sardjito juga turut berkontribusi ketika Indonesia sedang dalam masa Revolusi Kemerdekaan. Pada saat itu, peran Surdjito lebih ke arah penciptaan ransum yang bernama “Biskuit Sardjito” yang merupakan bekal serdadu yang sedang berperang.
Seperti dilansir dari laman Ugm.ac.id, setekah Indonesia mendapatkan kemerdekaan, Sardjito berfokus pada pengembangan pendidikan di Indonesia. Selain itu, Sardjito juga memiliki peran signifikan Institut Pasteur Bandung ke Klaten, yang nantinya merupakan cikal bakal dari Fakultas Kedokteran UGM.
Selain itu,masih dilansir dari laman yang sama, Sardjito telah memiliki beberapa penghargaan, seperti Bintang Gerilya, Bintang Mahapura. Selain itu, terdapat beberapa penghargaan lainnya yang turut diterima oleh Sardjito, seperti Bintang Gerilya, Bintang Mahaputra level III, Satya Lancana Pejuang Kemerdekaan, and Bintang Kehormatan level II.
RENO EZA MAHENDRA I EIBEN HEIZIER
Pilihan Editor: Mengenal Dokter Sardjito Cendekiawan Kesehatan yang Meninggal Hari Ini di 1970