TEMPO.CO, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIP) Universitas Airlangga, Surabaya, menggelar diskusi bertajuk “Mimbar x Bincang Alumni 2023” di Gedung Kuliah Bersama, Kampus C, Selasa, 21 November 2023.
Diskus yang membahas tentang pendidikan politik pemilih muda pada Pemilu 2024 itu menghadirkan Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia atau PWI Jatim, Mahmud Suhermono; Direktur Institute for Strategic and Political Studies atau INTRAPOLS, Fajar Bustomi; dan dosen FISIP Universitas Airlangga, Kris Nugroho.
Mahmud mengatakan ada keunikan dalam pemilu kali ini. Dia menyebut jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sama dengan jumlah pengguna internet di Indonesia, yakni 204 juta. "Dengan demikian, partai politik mengerahkan sumber dayanya ke dunia digital. Sehingga media sosial akan dibanjiri dengan informasi,” kata dia.
Seiring berkembangnya media sosial, kata dia, terdapat kerawanan yang muncul. Salah satunya keengganan pemilih muda, yang jumlahnya 52 persen dari DPT, membaca media massa. Menurut dia, media massa masih menjadi garda terdepan penyebar informasi karena sifatnya yang harus melalui klarifikasi dan verifikasi. "Sehingga pemuda yang tidak bergantung pada media pers sebagai sumber informasi, menjadi rawan terpapar bias informasi."
Merespon hal tersebut, Bustomi yang juga merupakan Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan IKA FISIP Universitas Airlangga menyebut bahwa kerawanan pemuda pada Pemilu 2024 untuk terpapar hoaks menjadi lebih tinggi. Karena itu, dia berharap, dalam menerima informasi, pemilih muda membiasakan melakukan klarifikasi dan verifikasi dengan mengedepankan metode compare dan contrast.
Adapun Kris mengafirmasi keresahan yang diungkapkan Mahmud dan Fajar. Menurut dia, saat ini masyarakat terjebak di era The Generalization, yakni orang saat ini mendasarkan pilihannya tidak terhadap akurasi data dan visi misi, melainkan hanya terhadap persepsi yang dibentuk secara personal.
“Selain terjebak dalam masa The Generalization, saat ini kita juga berada di masa deparpolisasi, kita tidak lagi terhubung dengan partai politik. Generasi muda menganggap bahwa partai politik merupakan ‘binatang tua’ karena tidak memiliki aura yang sama dengan generasi muda," ujar Kris yang juga merupakan bagian dari tim pembentuk konsorsium KPU RI.
Kendati demikan, Kris menyebut masih terdapat harapan ketika melihat riset bahwa mayoritas pemilih pemuda mencemaskan praktek politik uang. Meskipun kualitas pemberian suara dan pengambilan keputusan pemilih muda masih harus dipertanyakan, kata dia, tetapi dengan adanya kecemasan pada praktek politik uang, hal tersebut membuktikan bahwa masih terdapat tataran etis dan moral dalam diri pemilih muda.
Pilihan Editor: Tetapkan DPT Pemilu 2024, KPU RI: 52 Persen Pemilih Muda