TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah warganet menggalang petisi untuk mendesak pengusutan tuntas kasus Rahman, gajah patroli binaan Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau, yang diduga mati diracun pada 10 Januari lalu. Diterbitkan di change.org oleh akun @For GajahRahman, petisi itu ditujukan kepada Kepolisian Daerah Riau yang sedang menyelidiki kejadian tersebut, juga untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hingga artikel ini ditulis, sudah ada 3.735 tanda tangan digital yang terkumpul untuk petisi itu tersebut, dari target 5.000 dukungan.
Rahman merupakan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang ditemukan di Pulau Gadang pada 1995. Hewan ini dilatih untuk memitigasi konflik satwa TNTN, Kabupaten Pelalawan, seluas 83 ribu hektare. Tim taman nasional itu secara rutin berpatroli menggunakan gajah, berjalan kaki atau kendaraan bermotor untuk mengantisipasi masuknya gajah liar ke perkebunan sawit atau karet masyarakat.
Sebelum akhirnya tidak bisa diselamatkan, Rahman ditemukan terbaring lemas. Belakangan petugas pun menemukan serpihan serbuk berwarna hitam di organ pencernaan Rahman. Dugaannya, gajah itu diracun untuk diambil gadingnya.
Inisiator For Gajah Rahman, Fitriani Dwi Kurniasari, menyatakan Gajah Sumatera termasuk satwa kunci yang statusnya sudah menuju kepunahan, padahal berperan penting dalam keseimbangan ekosistem manusia. "Mari kita tunjukkan peran kita untuk menjaga mereka, meski sekecil apapun sangat berarti," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu, 31 Januari 2024.
Menurut dia, kasus gajah patroli yang mati diracun ini bukan kali pertama. Di Riau, hal serupa pernah terjadi di Pusat Latihan Gajah Minas pada Mei 2009. Saat itu ada dua ekor gajah yang mati, dan pelakunya tidak sempat membawa kabur dua pasang gading.
Kejadian serupa pernah terjadi juga di Aceh dan Lampung,” ujar Fitriani. “Ini bahkan belum termasuk kasus-kasus gajah liar lainnya yang pelakunya tidak terungkap.”
Pentingnya Fatwa Pelestarian Satwa
Keprihatinan yang sama pun datang dari Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH-SDA MUI) Riau. Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI Riau, Abdurrahman Qoharuddin, mengaku punya kedekatan tersendiri dengan Rahman. Dia pun terlibat dalam penyusunan Fatwa nomor 4 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem yang dikeluarkan MUI pada 2014.
"Namanya sama pula dengan nama saya yang bermakna baik dan (Gajah Rahman) memang baik sudah banyak membantu manusia," katanya.
Tiga pekan pasca kematian Rahman, penyeldikan polisi masih berlanjut. Kapolres Pelalawan, Ajun Komisaris Besar Polisi, Suwinto, mengatakan unitnya dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau sudah menjalankan serangkaian pemeriksaan. “Kami dari Polres Pelalawan hanya mendampingi saja," kata Suwinto saat dihubungi Tempo, Senin 29 Januari 2024.
IRSYAN HASYIM