Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Peneliti yang Sebut Puting Beliung Rancaekek Tornado Menilai Banyak Ilmuwan Tak Paham Perubahan Iklim

image-gnews
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin saat ditemui seusai acara Media Lounge Discussion perihal cuaca ekstrem, Rabu 31 Januari 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin saat ditemui seusai acara Media Lounge Discussion perihal cuaca ekstrem, Rabu 31 Januari 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti klimatologi di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Erma Yulihastin, mengkritik para ilmuwan yang masih abai terhadap risiko perubahan iklim di Indonesia. Kritikan ini disampaikan Erma dalam sebuah diskusi via zoom yang bertajuk Antisipasi Fenomena Angin Puting Beliung Akibat Perubahan Iklim.

Dalam kesempatan diskusi yang menghadirkan Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dan Dirjen Pengendalian Perubahan Lingkungan KLHK Laksmi Dhewanthi itu Erma memaparkan tiga bentuk fenomena cuaca ekstrem yang dahulu tak pernah terbayangkan bakal terjadi di Indonesia. Ketiganya adalah bow echo, squall line dan mesoscale convective complex.

Menurut Erma, ketiganya bisa dijumpai di Indonesia karena adanya dorongan perubahan iklim. Sayang, dia menambahkan, banyak ilmuwan tak menyadari dan bahkan mengabaikan peringatan dalam rupa tiga fenomena itu. "Mohon maaf, banyak para ilmuwan yang belum memahami ini," kata Erma. 

Erma mengatakan, teori lama memang menyatakan kalau tiga fenomena itu tidak mungkin terjadi di Indonesia yang berada di wilayah tropis. Sebab, fenomena ini kerap terjadi dan dijumpai hanya di wilayah dengan lintang tinggi.

Daerah lintang tinggi--antara 60 dan 90 derajat lintang di belahan bumi utara maupun selatan--sangat dingin dan kelembapannya rendah. Wilayah ini disebutan berperilaku kompleks karena interaksi yang kuat antara lautan, atmosfer, daratan, es laut, es daratan, dan ekosistem terkait.

Adapun penyangkalan ketiganya bisa terjadi di Indonesia atau daerah tropis, kata Erma, masih begitu kuat. "Gak mungkin ada squall line, MCC, sebab hanya terjadi di wilayah lintang menengah dan tinggi saja. Tapi kenyataannya, fenomena ini pernah terjadi di Indonesia," kata Erma menegaskan.

Dulu Siklon Seroja, Sekarang Tornado Rancaekek?

Fenomena yang diragukan bisa terjadi di Indonesia karena bukan berada di wilayah lintang menengah dan tinggi, pernah dipublikasikan Erma bersama tim risetnya. Laporannya dimuat di jurnal ilmiah, misalnya, tentang tropical squall line yang memicu Siklon Tropis Seroja. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Dan juga di Rancaekek kemarin saya sebut juga small tornado, supaya masyarakat teredukasi dan semakin paham kalau perubahan iklim ini sangat nyata adanya," ucap Erma menunjuk peristiwa amuk puting beliung dahsyat di Rancaekek, Kabupaten Bandung, dan sekitarnya pada 21 Februari lalu.

Saat itu Erma menyebut tornado pertama di Indonesia, sementara kalangan ahli dari BMKG menegaskannya sebagai sebatas puting beliung. Dasarnya, kecepatan angin masih di bawah tornado terlemah yang masih di atas 100 kilometer per jam.

Itu sebabnya, dalam diskusi Rabu siang, Erma meminta kepada para peneliti dan ilmuwan untuk bisa memperbarui pengetahuannya dengan mencocokkan pada situasi di masa kini. Sebab, kata dia lagi, teori lama yang sudah berkembang harus dikaji ulang supaya ada pembaruan.

"Cara pandang kita menggali dunia baru harus ditingkatkan," katanya sambil menambahkan bahwa Global Bowling sedang terjadi dan kenaikan temperatur ini bukan perkara main-main. "Segala hal yang dikatakan tidak akan terjadi di masa lalu, di masa kini bisa saja terjadi."

Pilihan Editor: Puting Beliung Ciamis Merusak 157 Rumah di 5 Kecamatan

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Gempa Mengguncang dari Laut Selatan, Wisatawan Ramai Tinggalkan Pantai Pangandaran

2 jam lalu

Sunset di Pantai Pangandaran, Jawa Barat, 5 Mei 2022. TEMPO/Yosep Suprayogi
Gempa Mengguncang dari Laut Selatan, Wisatawan Ramai Tinggalkan Pantai Pangandaran

Dinas Pariwisata Kabupaten Pangandaran membantah banyak wisatawan pulang mendadak dan sebabkan kemacetan pasca-guncangan gempa pada dinihari tadi.


Gempa 6,5 Magnitudo di Laut Selatan Jawa Barat, Guncangan Terasa Hingga Depok

9 jam lalu

Ilustrasi gempa. shutterstock.com
Gempa 6,5 Magnitudo di Laut Selatan Jawa Barat, Guncangan Terasa Hingga Depok

Warga Depok merasakan guncangan gempa 6,5 magnitudo yang terjadi pada Sabtu malam. Titik gempa di laut selatan Jawa Barat.


Top 3 Tekno: UTBK dan Tips Lolos Seleksi Mandiri, Gempa dan BMKG

9 jam lalu

Ilustrasi UTBK (ujian tulis berbasis komputer). TEMPO/Tony Hartawan
Top 3 Tekno: UTBK dan Tips Lolos Seleksi Mandiri, Gempa dan BMKG

Sejak 2023 seleksi masuk perguruan tinggi negeri di Indonesia jalur atau seleksi mandiri dipermudah dengan menggunakan nilai UTBK saja.


Seismograf Gunung Semeru di Jawa Timur Rekam Guncangan Kuat Gempa Garut

11 jam lalu

Rekaman seismograf Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, yang merekam gempa M6,2 yang berpusat di laut selatan Jawa Barat pada Kamis malam, 27 April 2024. Pusat gempa berada 156 kilometer arah barat daya Kabupaten Garut. FOTO/Badan Geologi.
Seismograf Gunung Semeru di Jawa Timur Rekam Guncangan Kuat Gempa Garut

Ada tujuh kali gempa tektonik jauh yang terekam dengan amplitudo 4-26 mm, S-P 12-60 detik, dan lama gempa 29-533 detik.


BPBD: Gempa M6,2 dari Laut Selatan Jawa Barat Berdampak Kerusakan dan Korban Luka

11 jam lalu

Petugas kepolisian melakukan pemantauan dan imbauan di kawasan wisata Pantai Santolo, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pascaguncangan gempa M6,2 pada Sabtu malam 27 April 2024. ANTARA/HO-Satpolairud Polres Garut
BPBD: Gempa M6,2 dari Laut Selatan Jawa Barat Berdampak Kerusakan dan Korban Luka

Gempa bermagnitudo 6,2 di Laut Selatan Jawa Barat tidak hanya terasa kencang dan lama getarannya.


Gempa Bikin Warga Garut Berhamburan dan Trauma, Kaca Jendela Bergetar Kencang

16 jam lalu

Ilustrasi gempa. shutterstock.com
Gempa Bikin Warga Garut Berhamburan dan Trauma, Kaca Jendela Bergetar Kencang

Masyarakat Kabupaten Garut, Jawa Barat, dikagetkan dengan gempa bumi yang terjadi pada Sabtu malam, 27 April 2024, sekitar pukul 23.30 WIB.


Gempa yang Mengguncang Kencang Garut hingga Jakarta, Ini Data dan Penjelasan BMKG

18 jam lalu

Seismograf gempa bumi. ANTARA/Shutterstock/pri
Gempa yang Mengguncang Kencang Garut hingga Jakarta, Ini Data dan Penjelasan BMKG

BMKG memperbarui informasi gempa yang mengguncang kuat dari laut selatan Pulau Jawa pada Kamis menjelang tengah malam, 27 April 2024.


Gempa M6,5 Malam Ini, Guncangan Terkuat di Sukabumi dan Tasikmalaya

18 jam lalu

Peta pusat gempa bumi kekuatan Magnitudo 6,5 yang terjadi pada Sabtu malam, 27 April 2024, pukul 23.29 WIB. ANTARA/HO/BMKG
Gempa M6,5 Malam Ini, Guncangan Terkuat di Sukabumi dan Tasikmalaya

Berikut data dan penjelasan dari BMKG tentang sebaran dampak gempa itu dan pemicunya.


Gempa dari Laut Selatan Malam Ini, Guncangannya Dirasa Kencang dan Lama

19 jam lalu

Ilustrasi gempa. geo.tv
Gempa dari Laut Selatan Malam Ini, Guncangannya Dirasa Kencang dan Lama

Gempa mengguncang dari Laut Selatan Pulau Jawa pada Sabtu malam ini, 27 April 2024.


Gempa Tektonik M5.2 di Laut Banda, Terasa Sampai Maluku Tenggara

23 jam lalu

Ilustrasi gempa bumi
Gempa Tektonik M5.2 di Laut Banda, Terasa Sampai Maluku Tenggara

Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi menengah akibat adanya aktivitas intra-slab subduksi banda.