TEMPO.CO, Jakarta - Mobil-mobil otonom masih terus diwarnai kasus tabrakan di jalan sehingga pabrik otomotif melipatgandakan sistem-sistem yang partially automated. Mereka mengklaim para konsumen akan tetap menyenangi kebaruan dan kenyamanan yang diberikan dari fitur-fitur di kemudi, persneling, dan rem.
Industri otomotif kukuh sistem-sistem itu aman. Beberapa eksekutifnya sampai menyatakannya lebih aman daripada ketika manusia yang mengemudikannya. Tapi, sebuah organisasi keselamatan konsumen meragukan klaim itu.
Insurance Institute for Highway Safety (IIHS), sebuah grup independen yang menguji dan mengevaluasi mobil-mobil baru, merilis sistem pemeringkatan pertama untuk partially automated systems tersebut. Ada 14 sistem yang digunakan di 14 jenis mobil berbeda yang diuji. Sebagian berasal dari pabrikan otomotif yang sama.
Hasilnya, hanya satu sistem otomatis parsial yang dinilai lulus. Ada dua yang dinilai marjinal, dan sebelas dianggap buruk.
Sebagai catatan, partially automated systems bukan merujuk kepada mobil otonom. Dalam sistem ini, para pengemudi masih diharapkan mengawasi jalannya kendaraan dan melihat sistem bekerja. Pengemudi harus tetap siaga untuk ambil alih sistem ketika ada sesuatu tak diharapkan terjadi.
Juga, partially automated systems bukanlah advanced driver assist systems atau yang dikenal sebagai ADAS seperti automatic emergency braking, blindspot detection, dan lane departure prevention. "Partial automation adalah sebuah fitur kenyamanan," ujar juru bicara IIHS Joe Young.
Lexus LS 2021. (Toyota)
Diterangkannya, partial automated systems menggunakan jaringan sensor dan kamera untuk meringankan sebagian tanggung jawab pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan. Mereka mencakup fitur-fitur seperti adaptive cruise control, lane-keep assistance, dan automated lane changing. Beberapa mengizinkan pengemudi untuk melepaskan tangan dari kemudi dalam kondisi tertentu.
Masalahnya adalah para pengemudi cenderung menjadi terlalu percaya kepada sistem-sistem ini bahkan ketika baru menggunakannya sebentar. Dan ketika waktunya harus mengambil alih kendali kendaraannya, waktu reaksi mereka lebih lamban daripada standar yang dianggap aman. "Itu mengkhawatirkan, mempertimbangkan laju kendaraan di jalan seperti apa," kata Presiden IIHS, David Harkey.
IIHS menguji partial automated systems yang ada di 14 mobil, termasuk Full Self-Driving milik Tesla, Super Cruise di General Motors (GM), dan BlueCruise-nya Ford. Ada juga sistem sejenis yang dikembangkan BMW, Mercedes-Benz, Volvo, Lexus, Genesis, dan Nissan.
Interior GMC Sierra EV Denali ini hadir dalam kabin yang nyaman dan aman. Hal itu terlihat dari dasbor minimalis yang disematkan sistem infotainment berukuran 16,8 inci. Di bawah sistem itu terdapat kontrol iklim khusus, kenop volume putar, dan switchgear kelas atas untuk membantu aktivitas pengemudi. FOTO/Topgear.com
Ada dua partial automated systems milik Tesla yang diuji, yakni Tesla Autopilot, Version 2023.7.10 dan Tesla Full Self-Driving (Beta), Version 2023.7.10. Juga ada dua milik Ford: BlueCruise dan Adaptive Cruise Control with Stop & Go and Lane Centering Assist.
Dua sistem Lexus yang diuji adalah Lexus Teammate with Advanced Drive dan Lexus Dynamic Radar Cruise Control with Lane Tracing Assist. Dua dari Nissan adalah ProPILOT Assist with Navilink dan ProPILOT Assist 2.0. Dua pula dari Genesis, yakni Highway Driving Assist 2 dan Smart Cruise Control/Lane Following Assist.
Hasilnya hanya satu sistem yang dianggap acceptable oleh IIHS, yakni Teammate with Advanced Drive dari sedan Lexus LS. Dua masuk peringkat marjinal: Super Cruise yang ada di GMC Sierra dan ProPILOT Assist with Navilink di Nissan Ariya. Sisanya, termasuk BlueCruise di mobil Ford dan FSD-nya Tesla dinilai buruk (poor).
Pengunjung memeriksa mobil Tesla Model 3 di showroom pembuat kendaraan listrik (EV) AS di Beijing, Cina 4 Februari 2023. REUTERS/Florence Lo
Alasannya cukup banyak, tapi seluruh sistem yang dinilai buruk itu ditemukan mudah tertipu dan buruk dalam hal memantau perhatian dari pengemudi. Misalnya, beberapa akan tetap bekerja bahkan ketika si pengemudi tak mengenakan sabuk pengaman.
IIHS menggunakan sejumlah metode untuk ujinya. Antara lain membuat pengemudi mengenakan topeng dari selembar kain tipis yang seharusnya mampu dideteksi kamera dan sensor di dalam mobil. Juga meletakkan kaki di kemudi, bukan tangan.
Secara keseluruhan, IIHS mengatakan, tidak ada satupun mobil atau sistem yang lulus di semua uji, tapi seluruhnya pula setidaknya lulus di satu macam uji. "Artinya, perbaikan mungkin sudah tersedia dan, dalam beberapa kasus mungkin bisa dilakukan dengan tak lebih dari sebuah pembaruan software yang sederhana," kata Harkey.
THE VERGE, IIHS
Pilihan Editor: Video Viral di TikTok Sebut Gempa Megathrust Akan Lumpuhkan Jakarta, Kepala BMKG Bilang Narasi Dipenggal