TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang panas tengah melanda seluruh dunia, terutama Eropa. Hawa gerah ekstrem itu menyusul kebakaran hutan yang terjadi di sebagian wilayah Mediterania, Kanada, dan Rusia. Layanan perubahan iklim Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S), mencatat rata-rata suhu permukaan udara global meningkat menjadi 17,15 derajat Celcius pada Senin, 22 Juli 2024, atau lebih tinggi 0,06 derajat Celcius dari suhu udara sehari sebelumnya.
Rekor hari terpanas juga terjadi pada Juli lalu. Rekor ini berulang kali terpecahkan selama empat hari berturut-turut, dari 3-6 Juli 2023. Rekor hari terpanas terakhir kali terpecahkan pada Agustus 2016.
Penyebab Gelombang Panas di Eropa
Seorang ilmuwan iklim dari Universitat Leipzig di Jerman, Karsten Haustein, mengatakan pemecahan rekor hari terpanas itu sangat tidak biasa. Dunia disebut sudah memasuki fase netral dari El Nino-Southern Oscillation. Fase yang sudah melenceng dari pola iklim El Nino itu umumnya justru memperkuat suhu global, terutama karena perairan di Pasifik Timur lebih hangat dari biasanya.
Pola baru itu menunjukkan pengaruh perubahan iklim yang lebih besar dari sebelumnya. Para ilmuwan menyebut perubahan iklim didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil yang dapat meningkatkan suhu global.
Berpendapat senada, seorang ilmuwan iklim dari Imperial College London di Inggris, Joice Kimutai, mengaku sangat khawatir soal ketiadaan tahun El Nino dan perjalanan menuju La Nina. Peneliti yang juga aktif di Departemen Meteorologi Kenya ini juga menyebut La Nina bakal menyebabkan pendinginan global yang substansial, menutupi sebagian pemanasan akibat perubahan iklim.
“Maka kita akan benar-benar berharap suhu akan turun,” tutur Kimutai, dilansir dari Reuters, Rabu, 24 Juli 2024. “Jika tidak terjadi, maka itu berarti ada sesuatu yang salah pada planet kita.”
Suhu Udara Lebih dari 40 Derajat Celcius
Kantor berita nasional Turkiye, Anadolu Ajansi, menyebut suhu udara di banyak negara Eropa sudah menembus 40 derajat Celcius. Merujuk laporan di web resmi kantor berita tersebut, AA.com, pada Rabu, 17 Juli 2024, Kementerian Kesehatan di Italia telah mengeluarkan peringatan merah kategori tiga untuk 13 kota besar, termasuk Roma, Florence, Bologna, Palermo, dan Trieste.
Peringatan itu mewakili suhu yang tinggi. Di negara-negara tersebut, para regulator tingkat daerah mulai menerapkan langkah-langkah mendesak, seperti melarang pekerjaan di luar ruangan mulai pukul 12.30 hingga 16.00 waktu setempat.
Badan Meteorologi Nasional (EMY) di Yunani menyatakanj massa udara panas ekstrem yang menutupi sebagian besar Eropa Timur dan Balkan bakal mempengaruhi seluruh negara. Suhu di wilayah utara Yunani diperkirakan mencapai 43 derajat Celcius, sedangkan di sisi tengah dan barat sekitar 41-42 derajat Celcius.
Suhu udara di sebagian besar wilayah Bulgaria juga mencapai sekitar 38-43 derajat Celcius. Merujuk info dari Institut Meteorologi dan Hidrologi Nasional (NIMH) Bulgaria, hanya suhu di provinsi Laut Hitam yang lebih rendah dari kisaran tersebut.
Administrasi Cuaca Nasional Rumania (ANM) juga menerbitkan peringatan khusus soal gelombang panas ekstrem yang dampaknya luas. Suhu udara di sana diperkirakan berkisar 37-42 derajat Celcius.
Lembaga Meteorologi Nasional Spanyol (AEMET) juga mengumumkan soal gelombang panas. Mereka sempat menyebut “hari-hari terburuk” terjadi pada 18-19 Juli lalu, kecuali di pantai Mediterania. Suhu udara di banyak wilayah dalam Negeri Matador melebihi 44 derajat Celcius.
“Malam hari akan terasa hangat. Kondisi berkabut akan menyertai panasnya cuaca,” begitu bunyi pernyataan resmi lembaga tersebut.
MELYNDA DWI PUSPITA | REUTERS | ANADOLU AJANSI
Pilihan Editor: ITB Pasang Teleskop Radio Seharga Rp 90 Miliar di Observatorium Bosscha