TEMPO.CO, Jakarta - Chatbot AI (artificial intelligence) besutan Meta menolak memberikan informasi yang kredibel ihwal penembakan Donald Trump saat kampanye di kawasan Butler, Pennsylvania, AS. Fenomena penolakan ini memantik pro dan kontra oleh pengguna teknologi itu. Bahkan ada yang menduga Meta menutupi kasus tersebut.
Trump memang selamat saat insiden penembakan terjadi, Sabtu, 13 Juli 2024 waktu setempat. Namun dia mengalami cedera berupa luka di bagian telinga dan pipi sebelah kanan. Foto yang beredar memperlihatkan dengan bercak darah di pipi kanan Trump.
Usai insiden itu, banyak pengguna media sosial mencari kebenarannya. Salah satunya dengan meminta informasi ke Chatbot AI bikinan Meta. Vice President Global Policy Meta, Joel Kaplan, mengatakan sudah mendapat informasi ketidaksenangan pengguna Chatbot AI akan informasi yang terkesan ditutup-tutupi itu.
Joel berdalih pembatasan akses informasi dari Chatbot AI untuk insiden penembakan Donald Trump bertujuan supaya kasus tersebut tidak memicu informasi yang bias di masyarakat. Meta memutuskan tidak menjawab pertanyaan seputar penembakan itu dan menjabarkannya secara umum saja.
"Ini sebabnya beberapa orang melaporkan bahwa AI kami menolak untuk membicarakan peristiwa itu," ujar Joel, disadur dari laman resmi Meta, Kamis, 1 Agustus 2024. Dia menegaskan telah memperbarui kebijakan Chatbot AI dan tidak lagi membatasi informasi insiden itu bila ada pengguna yang menanyakannya.
Joel menyesalkan tak menyadari dampak dari penutupan informasi ini akan berdampak kepada tingkat kepercayaan pengguna terhadap Meta. Awalnya Meta merasa takut bias jika Chatbot AI menjawab insiden ini, sebab itu kebijakan untuk tidak memberikan informasi secara detail.
"Sistem kami bekerja untuk melindungi pentingnya dan keseriusan peristiwa ini, kami terus berupaya membuat produk kami lebih baik dan akan terus mengatasi masalah apa pun yang muncul," ucap Joel, sembari menyebut, "Seharusnya kami melakukannya lebih awal."
Meta AI Eror Karena Foto-foto Trump Palsu
Walau teknologi AI telah berkembang pesat dan menjadi pembicaraan belakangan ini, Joel tetap menilai bahwa teknologi itu tidak sepenuhnya bisa diandalkan dalam memberikan informasi. Menurut dia, Chatbot AI belum menjangkau seluruh informasi dan berita terbaru yang sedang terjadi secara real-time.
Secara sederhana, kata Joel, respons yang dihasilkan oleh model bahasa besar yang mendukung chatbot ini didasarkan pada data yang digunakan untuk melatihnya. Kondisi itu terkadang dapat menimbulkan beberapa masalah saat AI ditanya tentang topik terbaru.
"Termasuk peristiwa percobaan pembunuhan Donald Trump, awalnya terdapat banyak kebingungan, informasi yang saling bertentangan, atau teori konspirasi langsung di ranah publik. Maka itu kami memprogram untuk tidak menjawab pertanyaan tentang insiden ini," ucap Joel.
Keputusan Meta bukan tanpa dasar, Joel melihat ada banyak informasi menyesatkan terkait penembakan Donald Trump, bahkan menjurus pada foto-foto palsu ihwal insiden ini. AI besutan Meta sempat mengalami kendala eror akibat kemunculan foto palsu itu, karena labelnya diubah dan tidak dideteksi pada sistem pemeriksaan fakta.
"Berbagai masalah ini sedang ditangani. Kami berkomitmen untuk memastikan platform kami menjadi tempat orang-orang dapat mengekspresikan diri mereka dengan bebas, dan kami selalu berupaya melakukan perbaikan," ujar Joel mengakhiri klasifikasinya.
Pilihan Editor: 120 Mahasiswa dari 18 Kampus Adu Kemampuan di Final Kompetisi Statistika dan Sains Data