TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia pada hari terakhir Konferensi Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati Ke-16 (COP16 CBD), di Cali, Kolombia, setuju mendukung pembentukan Subsidiary Body on Article 8j. Awalnya Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak mendukung adanya badan ini.
Dalam pernyataannya, delegasi Indonesia menyampaikan komitmen kuat untuk mendukung pengakuan terhadap masyarakat adat dan menjunjung semangat kompromi antarnegara anggota CBD sebagai alasan perubahan sikap tersebut.
“Sebagaimana sudah berulang kali sampaikan, Indonesia mengakui kontribusi masyarakat adat dan komunitas lokal (IPLC) dan mengakui IPLCs sebagai bagian dari proses semua dokumen yang dibangun di bawah CBD,” kata Lulu Agustiana, salah satu delegasi Indonesia, yang dikutip dalam Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk COP-16 UN-CBD, 3 November 2024.
Luluk merupakan Analis Kebijakan Ahli Madya, Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan merupakan salah satu delegasi Indonesia di CBD Colombia.
Namun, kata Lulu, Indonesia butuh kejelasan bagaimana mekanisme akan dijalankan untuk meningkatkan status pengakuan ke level lebih tinggi. “Langkah berikutnya adalah bagaimana badan baru ini, Subsidiary Body 8j, dapat menunjukkan kinerja dengan baik sesuai dengan amanat yang kita tetapkan hari ini secara fair dan terbuka,” tuturnya.
Secara garis besar, Article 8j memuat ketentuan yang berkaitan dengan penghormatan, perlindungan dan pengakuan pengetahuan tradisional, inovasi dan praktik yang dilakukan masyarakat adat yang relevan dengan praktik konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati.
Pembentukan Subsidiary Body Article 8j bertujuan membantu memberikan saran, rekomendasi, dan panduan untuk menjalankan target-target yang disepakati dunia dalam Kunming Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF).
Selama dua pekan Konvensi Biodiversity (CBD) di Colombia, beberapa negara anggota menyampaikan penolakan dan meragukan alasan pembentukan lembaga permanen ini. Indonesia, bersama Rusia, India, Jepang, dan Jordania berada di antara barisan negara yang awalnya menolak Article 8j ini.
Gelombang protes dari berbagai kalangan mewarnai proses negosiasi. Perwakilan masyarakat adat dari berbagai negara secara kolektif meneriakkan pesan kepada delegasi yang berunding, “Eshora! Bertindaklah sekarang!”. Pada hari terakhir, Jumat 1 November 2024 waktu setempat - atau Sabtu 2 November 2024 waktu Indonesia, sidang Pleno CBD akhirnya mengetok palu menyetujui pembentukan Subsidiary Body Article 8j. Juru
Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra yang hadir pada sidang akhir COP-16 itu memberi respons positif atas sikap pemerintah ini. "Indonesia akhirnya bisa menunjukkan keberpihakannya terhadap masyarakat adat di komunitas global, dan menjalankan mandat konstitusi untuk terus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 B Ayat (2) Konstitusi," kata dia.
Pilihan Editor: Uni Eropa Dorong Pendidikan Tinggi di Indonesia Lebih Terhubung dengan Riset