TEMPO.CO, Jakarta - Badan Kesehatan Dunia (WHO) kembali menetapkan wabah mpox, dahulu dikenal pula sebagai cacar monyet (monkey pox), sebagai darurat kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Penetapan terkini bermula dari meningkatnya wabah penyakit kulit itu di Kongo dan sejumlah negara lain di Afrika, dengan potensinya yang mampu menyebar hingga ke luar benua Afrika.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan bahwa keputusan untuk menetapkan wabah mpox sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat merujuk saran IHR Emergency Committee yang terdiri dari para ahli independen. Keputusan juga berdasarkan kemunculan clade (kelompok) baru mpox yang menyebar cepat di Kongo bagian timur.
"Jelas bahwa respons internasional diperlukan untuk menghentikan wabah ini," kata Tedros melalui siaran pers di situs resmi WHO, dikutip Kamis, 15 Agustus 2024.
Direktur Regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti, menyebut sudah melakukan upaya pencegahan wabah mpox melalui kerja sama antar pemerintah dan masyarakat. Namun dengan meningkatnya wabah saat ini, dia mengharapkan tindakan internasional yang terkoordinasi untuk mendukung upaya pihaknya.
Peningkatan wabah mpox di beberapa wilayah Afrika juga disebutkan hadir bersamaan dengan penyebaran jenis baru dari virus yang menular melalui hubungan seksual. Dikhawatirkan, peningkatan ini dapat terjadi tidak hanya di wilayah Afrika, tetapi juga bagian dunia lainnya.
Menurut Ketua IHR Emergency Committee, Dimie Ogoina, wabah mpox di Afrika pernah diperingatkan menjadi wabah global pada 2022 namun diabaikan. Menurut dia, sudah seharusnya penyebaran wabah ini ditindak tegas guna mencegah terulangnya insiden dua tahun lalu. Penetapan status darurat seperti saat ini mengulang yang dilakukan pada Juli 2022 lalu.
Saat itu, status PHEIC ditetapkan setelah wabah mpox menyebar dengan cepat melalui hubungan seksual di sejumlah negara yang sebelumnya tidak pernah terjangkit virus tersebut. Negara-negara itu bahkan di Eropa dan Amerika, serta ada pula kasusnya di Indonesia. PHEIC dinyatakan berakhir pada Mei 2023 setelah terjadi penurunan kasus global yang berkelanjutan.
Bulan lalu, lebih dari 100 kasus clade 1b yang terkonfirmasi di laboratorium telah dilaporkan di empat negara tetangga Kongo yang belum pernah disinggahi wabah mpox sebelumnya. Keempatnya yaitu Burundi, Kenya, Rwanda, dan Uganda. Para ahli percaya jumlah kasus sebenarnya lebih tinggi karena sebagian besar kasus yang kompatibel secara klinis belum diuji.
Sepekan terakhir Direktur Jenderal WHO telah memulai proses pencantuman penggunaan darurat untuk vaksin mpox. Tujuannya untuk mempercepat akses vaksin bagi negara-negara berpendapatan rendah yang belum mengeluarkan persetujuan regulasi nasional mereka sendiri.
WHO dikatakan bekerja sama dengan negara-negara dan produsen vaksin mengenai potensi sumbangan vaksin. WHO juga berkoordinasi dengan mitra melalui Jaringan Penanggulangan Medis sementara untuk memfasilitasi akses yang adil terhadap vaksin, terapi, diagnostik, dan peralatan lainnya.
WHO disebut juga mengantisipasi kebutuhan pendanaan awal sebesar US$ 15 juta atau Rp 235 miliar, untuk mendukung kegiatan pengawasan, kesiapsiagaan, dan respons.
Pilihan Editor: Nias Selatan Kini Darurat Bencana DBD dan Malaria, Ratusan Orang Dirawat dan 8 Meninggal