TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengkritik pernyataan Calon Wakil Gubernur Kun Wardana Abyoto yang ingin menambah jumlah SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas) untuk memenuhi sistem zonasi. Calon nomor urut 2 tersebut menyatakan ingin menambah di setiap kelurahan yang masih kekurangan sekolah.
“Mencari lokasi tersebut di Provinsi DKI Jakarta lahannya terbatas, jadi agak kesulitan,” ucap Heru saat dihubungi, Selasa, 29 Oktober 2024.
Heru mengatakan, untuk membangun SMP dan SMA membutuhkan lahan yang cukup luas. Selain itu, butuh memperhitungkan anggaran pembangunan sampai dengan gaji guru dan pengurus tata usaha setiap sekolah.
Janji menambah sekolah untuk sistem zonasi saat ini bisa menjadi isu tersendiri, seperti lokasi pembangunan, pembebasan lahan, dan perencanaan anggaran. Heru menyebut semuanya berujung pada persoalan anggaran yang terbatas untuk dikucurkan pemerintah provinsi.
“Meningkatkan gaji gurunya butuh anggaran yang tidak sedikit, membangun jumlah sekolahnya serta pengadaan gurunya juga jumlahnya tidak sedikit anggarannya,” katanya.
Sebelumnya, pernyataan penambahan SMP dan SMA untuk sistem zonasi sekolah disampaikan oleh Kun Wardana pada saat acara debat kedua calon gubernur dan wakil gubernur pada 27 Oktober 2024.
Kun menjawab pertanyaan dari panelis yang menyebut di Jakarta pada tahun 2024, dari 267 kelurahan masih ada 32 persen yang belum memiliki SMP Negeri dan 62,9 persen yang belum memiliki SMA atau SMK Negeri.
Lalu pertanyaan intinya adalah bagaimana strategi peningkatan pemerataan akses pendidikan di setiap kelurahan. Kun Wardana menjawab penambahan sekolah menjadi solusi untuk pemerataan akses pendidikan berdasarkan sistem zonasi.
Selain itu dia mengatakan kesejahteraan guru melalui gaji juga dipatut ditingkatkan. “Untuk itu kita perlu meningkatkan jumlah SMP dan SMA di setiap kelurahan-kelurahan yang tadi tidak ada SMP dan SMA-nya,” ucapnya saat menjawab pertanyaan panelis, pada Minggu malam, 27 Oktober 2024.
Sistem zonasi ini memperhitungkan penerimaan calon siswa-siswi berdasarkan kedekatan tempat tinggal dengan sekolah dalam satu kelurahan, lalu melihat wilayah RT sebagai domisili masing-masing calon siswa-siswi.
Heru Purnomo menjabarkan, jika dengan skenario menambah satu sekolah tingkat SMP saja, setidaknya membutuhkan masing-masing lima ruang kelas untuk pelajar kelas 7, 8, dan 9. Kemudian butuh setidaknya 30 guru dan sembilan pegawai tata usaha.
Terlebih lagi dengan kondisi sekarang, kata Heru, merekrut guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) saja kuotanya sangat terbatas karena keterbatasan anggaran. “Karena P3K itu digaji melalui Dana Alokasi Umum (DAU) yang ada di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI,” tuturnya.
Dia justru khawatir, dengan kondisi sekarang, janji-janji seperti penambahan sekolah ini berpotensi tidak terpenuhi dan hanya menjadi rencana kebijakan yang populis.
Pilihan Editor: Hashim Djojohadikusumo Jadi Kepala Delegasi di COP 29, Didampingi 2 Menteri dan 1 Wamen