TEMPO.CO, Bandung - PT Bio Farma (Persero) menggandeng Becton Dickinson, produsen sekaligus distributor produk bedah medis, untuk mengembangkan alat diagnosis tuberkulosis (TBC). Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya, mengatakan produk bernama Bio-TB STR ini sudah memperoleh Nomor Izin Edar dari Kementerian Kesehatan.
“Bio-TB STR dapat meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan efisiensi tes TB (TBC) di Indonesia,” katanya melalui keterangan tertulis, Kamis, 31 Oktober 2024.
Shadiq optimistis inovasi ini bisa menyokong target eliminasi TBC di Indonesia pada 2030. Pada tahun tersebut, pemerintah menargetkan penurunan angka kejadian TBC menjadi 65 kasus per 100 ribu penduduk, serta penurunan angka kematian akibat TB menjadi 6 kasus per 100 ribu penduduk.
Alih-alih berbentuk mesin, Bio-TB STR merupakan sebuah reagen atau pereaksi kimia untuk kebutuhan preparasi sampel TBC. Reagen ini bisa difungsikan dengan platform diagnosis molekular yang memakai sistem BD MAX—sejenis ekstraksi asam nukleat.
Melalui skema baru ini, petugas laboratorium dan dokter bisa mendeteksi bakteri penyebab TB secara lebih akurat. Di saat bersamaan, petugas medis juga bisa resistensi bakteri tersebut terhadap terapi antibiotik lini pertama.
“Reagen STR yang diproduksi secara lokal ini merupakan pencapaian yang signifikan menuju kemandirian tes TB di Indonesia,” tutur Shadiq.
Menurut Shadiq, Indonesia ada di peringkat ke-2 dalam daftar negara yang menanggung beban penyakit TBC. Setiap tahun, masyarakat Indonesia menghadapi rata-rata 1,06 juta kasus TBC baru, serta 134 ribu kematian akibat penyakit ini. Untuk menunjang program TBC nasional di 15 provinsi, Bio Farma sudah mendistribusikan alat diagnostik molekular BD MAX sejak awal 2024.
Pilihan Editor: Cuaca Panas dan Kering Saat Ini Diperkirakan Sampai Pertengahan November