TEMPO Interaktif, BANDUNG - Untuk pertama kalinya, Museum Geologi Bandung mulai hari ini memamerkan sejumlah fosil gajah temuan di Blora, Jawa Tengah. Tanpa dibungkus gips seperti pada pameran sebelumnya, 8 bagian tulang gajah purba itu sebagian sudah dibentuk ulang. Ukuran gajah itu diperkirakan 5 meter atau 2-3 kali gajah yang hidup pada masa kini.
Fosil yang dipamerkan hingga 10 Oktober itu diantaranya tulang pinggul, paha, tulang kering, jari kaki, rahang, dan rusuk. Seluruhnya, menurut Kepala Museum Geologi Yunus Kusumabrata, baru berkisar 20 persen. Sisanya termasuk tengkorak gajah, masih diperbaiki karena banyak yang retak.
Dia mengatakan, pameran ini untuk menjawab keingin tahuan publik. "Banyak yang bertanya soal hasil temuan kami," katanya di museum, Selasa (29/9). Kini, seluruh fosil sudah diangkut ke laboratorium Musem Geologi dari tiga kali penggalian.
Selain untuk umum, fosil itu sekaligus ingin ditunjukkan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro yang rencananya akan datang ke sana 5 Oktober mendatang untuk bersilaturahmi. Sejumlah pengunjung sendiri banyak yang masih bingung melihat fosil tersebut. Soalnya, tidak ada keterangan tertulis tentang tulang-tulang yang diletakkan di lobby museum itu. "Keterangannya masih belum selesai dibuat," ujarnya.
Sedangkan peneliti senior dalam tim Vertebrata Museum Geologi Fachroel Aziz mengatakan, fosil yang belum ditemukan adalah gading gajah. Para ahli pun belum sepakat soal jenis gajah purba yang diperkirakan hidup sekitar 200 ribu tahun lalu itu karena seluruh fosil belum selesai diperbaiki dan diteliti.
Maret lalu, tim dan peneliti dari University of Wollongong, Australia, menemukan fosil itu di dusun Sunggun, Blora, Jawa Tengah. Awalnya, gajah purba tersebut diduga sebagai Elephas hysudrindicus. Namun bentuk rahang dan gigi geraham nya ternyata berbeda. Diperkirakan, kata Fachroel, fosil itu jauh lebih tua.
Dari risetnya sementara, bentuk rahang fosil gajah tersebut lebih besar daripada Elephas hysudrindicus. Selain itu, gigi gerahamnya terdiri dari 14 lempeng. Lebih sedikit dibanding Elephas hysudrindicus yang berjumlah 18-23 lempeng. Perbedaan itu menunjukkan jenis fosil gajah temuan terbaru itu lebih primitif. Dia menduga gajah yang fosilnya banyak ditemukan masih utuh itu adalah jenis Stegodon yang berevolusi.
Menurut pakar gajah purba itu, sedikitnya ada tiga generasi gajah yang hidup dan berkembang di Indonesia, yaitu Mastodon, Stegodon, dan Elephas. Mastodon diperkirakan datang ke Pulau Jawa sekitar 1,5 juta tahun lalu dari temuan fosil di daerah Bumiayu dan Sangiran. Menyusul Stegodon pada 1,2 juta tahun silam, lalu Elephas sekitar 800 ribu tahun lampau. Di Indonesia, jenis terakhir itu masih tersisa di Pulau Sumatera dengan nama modern Elephas maximus.
Dari temuan fosil gigi geraham, semakin sedikit jumlah lempengnya berarti semakin tua alias primitif. Mastodon, katanya, hanya punya 4-6 lempeng. Stegodon berkisar 11-13 buah dan Elephas maksimal 23-27 gigi. Sedangkan gigi geraham gajah Blora sejauh ini terhitung ada 14 lempeng.
Untuk membangun kembali rangka gajah purba itu, tim perlu waktu 2-3 tahun. Jika sudah terangkai, museum akan memasangnya berdiri. Total dana yang dibutuhkan untuk rekonstruksi tulang itu mencapai Rp 10 miliar, termasuk ruangan baru untuk tempat gajah itu.
ANWAR SISWADI