Dalam Proceedings of the National Academy of Sciences edisi Desember, Finch mengungkapkan bahwa keuntungan evolusi genetik yang dipicu oleh perbedaan dalam untaian DNA dan perbaikan pola makan juga membuat manusia lebih rentan terhadap penyakit penuaan, seperti kanker, jantung, dan demensia bila dibanding dengan primata lainnya.
Finch menduga kunci utama usia panjang manusia adalah gen yang beradaptasi terhadap paparan inflamasi yang jauh lebih tinggi. "Selama bertahun-tahun, asupan daging merah, terutama daging mentah yang terinfeksi parasit dalam era sebelum dikenalnya budaya memasak, merangsang inflamasi kronis yang mengarah pada sejumlah penyakit penuaan," kata Finch.
Selain perbedaan pola makan di antara beragam spesies primata, manusia mengembangkan varian unik dalam gen transportasi kolesterol, apolipoprotein E, yang juga mengatur inflamasi dan beragam aspek penuaan dalam otak serta pembuluh darah. ApoE3 hanya ditemukan pada manusia, dan mungkin apa yang disebut Finch sebagai "gen adaptif daging" yang telah meningkatkan rentang usia manusia.
Sebaliknya, alel minor, ApoE4, dapat menimbulkan gangguan perkembangan neuronal ketika diekspresikan pada manusia, seperti memperpendek rentang usia manusia sampai empat tahun dan meningkatkan risiko penyakit jantung dan alzeimer hingga tujuh kali lipat. Manusia pembawa ApoE4 memiliki total kadar kolesterol darah lebih tinggi, makin banyak lemak darah yang teroksidasi, dan risiko terkena penyakit jantung koroner serta alzeimer. "Fungsi ApoE pada simpanse lebih mirip ApoE3 'baik', yang berperan dalam menjaga risiko penyakit jantung dan alzeimer tetap rendah," kata Finch.
Hal itu sesuai dengan kondisi kesehatan simpanse di penangkaran, yang umumnya memiliki tingkat penyakit jantung dan alzeimer yang rendah ketika mereka beranjak tua.
TJANDRA | SCIENCEDAILY