TEMPO Interaktif, Jakarta - Untuk pertama kalinya, seekor harimau betina dan dua anaknya terekam dalam kamera video di hutan Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Dalam video itu terlihat harimau betina mengendus dan memeriksa kamera video jebakan itu. Kedua anak harimau di belakangnya juga menatap curiga kamera yang terpasang di batang pohon tersebut.
Film singkat itu adalah rekaman kamera video rancangan khusus yang baru sebulan dipasang oleh tim ilmuwan WWF-Indonesia. Selama lima tahun, mereka mempelajari binatang penyendiri itu menggunakan kamera jebakan yang teraktivasi ketika ada gerakan.
Video tersebut adalah gambar pertama yang memperlihatkan induk harimau dan anaknya. Rekaman itu memberikan jendela bagi para ilmuwan untuk melongok kehidupan dan perilaku harimau yang sulit dipahami.
Pada saat ini diperkirakan hanya 400 harimau Sumatera yang masih hidup di alam. Jumlahnya terus menyusut karena binatang itu terus-menerus menghadapi tekanan dari perburuan ilegal dan pembukaan hutan yang menjadi habitat mereka. "Kami sangat prihatin karena teritori induk dan anak harimau itu kini menyusut dengan cepat karena pembukaan hutan yang dilakukan dua perusahaan kertas, perkebunan kelapa sawit, pendatang liar, dan pembalakan ilegal," kata Karmila Parakkasi, ketua tim riset harimau Sumatera WWF-Indonesia, dalam situs lembaga konservasi itu.
Parakkasi dan timnya berhasil memotret harimau betina dan anaknya untuk pertama kalinya pada Juli 2009. Pada saat itu, mereka masih menggunakan kamera foto. Hasil kamera jebakan itu tidak terlalu jelas dan tim tidak dapat memastikan berapa banyak anak harimau yang tertangkap gambarnya.
Mereka kemudian memasang empat kamera video jebakan di lokasi yang telah diketahui merupakan rute harimau di hutan koridor, yang memungkinkan binatang itu bergerak di antara dua daerah konservasi di Sumatera bagian tengah, yaitu Suaka Margasatwa Rimbang Baling di Riau dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Riau dan Jambi.
Terekamnya video itu bertepatan dengan rencana WWF meluncurkan kampanye konservasi harimau pada 14 Februari mendatang, bersamaan dengan datangnya tahun macan pada penanggalan Cina. "Kami ingin mengubah arah konservasi harimau," kata Mike Baltzer, Kepala Tiger Initiative WWF Global. "Bukan lagi sekadar menyelamatkan harimau dari kepunahan, tapi juga melipatgandakan jumlah mereka pada 2022."
Berlandaskan arah baru itu, kampanye konservasi harimau WWF itu diberi tajuk "Tx2: Double or Nothing."
Tindakan itu dilakukan karena para ilmuwan WWF merisaukan masa depan anak-anak harimau. "Ketika anak-anak harimau itu cukup untuk meninggalkan ibu mereka, yang akan segera terjadi, mereka harus menemukan teritori mereka sendiri," kata Ian Kosasih, Direktur Program Hutan WWF-Indonesia. "Ke mana mereka akan pergi? Habitat mereka telah menyempit dengan begitu banyak daerah sekelilingnya yang dibuka, harimau akan menghadapi masa sulit menghindari pertemuan dengan manusia. Itu akan amat berbahaya bagi siapa pun yang terlibat."
Dengan adanya bukti baru tentang harimau Sumatera itu, WWF mengimbau daerah antara hutan Rimbang Baling dan Bukit Tigapuluh yang akan diresmikan itu sebagai kawasan dilindungi. WWF juga mendesak perusahaan kertas dan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di daerah itu mau membantu menjaga dan melindungi hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi tersebut, sehingga menyediakan habitat bagi harimau dan spesies terancam punah lainnya.
WWF | LIVESCIENCE