TEMPO Interaktif, Jakarta – Seiring mewabahnya jejaring sosial seperti facebook dan twitter di kalangan masyarakat, narablog Enda Nasution mengingatkan agar perlu disikapi dengan bijak.
Ibarat dua sisi uang logam, keberadaannya tak lepas dari unsur positif dan negatif yang terkadang saling bersinggungan. Bergantung pada pengguna yang memanfaatkannya, “Sejauh apa tujuan dan maksud dari konsumen itu sendiri,” kata Enda ketika dihubungi, Kamis (11/2).
Baca Juga:
Bermunculannya kasus yang bersumber dari jejaring sosial seperti yang menimpa artis Luna Maya atau transaksi prostitusi di Surabaya merupakan perubahan perilaku masyarakat dari konvensional beralih ke dunia maya (internet).
Perubahan perilaku masyarakat terhadap jejaring sosial yang bermunculan, menurut dia, wajib dilindungi oleh undang-undang. Enda mengatakan, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang kini berlaku perlu direvisi.
Pasalnya, butir-butir UU ITE itu kini sudah tak relevan lagi dengan perkembangan zaman. Dia mencontohkan, tindakan pencemaran yang dilakukan seseorang kepada orang lain tak seharusnya dibawa ke ranah pidana.
“UU ITE perlu direvisi. Seharusnya pencemaran nama baik tidak bisa dipidanakan melainkan pakai jalur perdata. Jika tidak, konsumen harus tetap berhati-hati mem-posting tulisan,” kata Enda menyarankan.
Selain itu, Enda melanjutkan, definisi pencemaran nama baik dalam UU ITE tidak begitu jelas. Sejauh mana kadar ukuran penghinaan itu dapat dikenai sanksi. Di negara-negara maju di Eropa, UU tentang internet hanya berlaku dua butir.
“Slinder atau penghinaan melalui percakapan dimuka umum dan label atau dalam bentuk terbitan seperti koran,” tambah Enda. "Jadi, pencemaran nama baik tidak bisa melalui media internet,” lanjutnya.
Kini Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik tengah direvisi di Dewan Perwakilan Rakyat. Nantinya, kata Enda, butir-butir UU baru tersebut hanya memuat dua pasal.
Konversi media yang terdiri dari peraturan tentang penyiaran yaitu televisi, koran, radio dan media online. Dan tindak pidana teknologi informasi dimana memuat tentang pengrusakan, pencurian, hacking, cracking yang menyebabkan kerugian orang lain.
Sementara, dalam sudut yang berbeda Enda menambahkan, pengguna jejaring sosial facebook yang merasa keberatan dengan banyaknya akun yang sengaja digandakan dengan maksud tertentu, bisa langsung melaporkan ke pemilik situs tersebut untuk mengklaim. Seperti akun milik artis Cinta Laura, misalnya, di mana sebanyak 439 akun berkarakter yang sama.
“Pemilik bisa langsung mengajukan permohonan kepada pemilik, kalau kita adalah pemilik akun yang sesungguhnya. Nanti yang palsu akan di-remove,” terang dia.
Lalu, apakah akuntabilitas media yang bersangkutan dapat dipercaya untuk dijadikan sumber berita oleh media pers? Agar tidak terkesan rancu, Enda menyarankan, orang itu tetap harus mencari tahu keaslian dari pemilik agar bisa dipertanggungjawabkan.
APRIARTO MUKTIADI