Rencana untuk memanfaatkan minimal tujuh persen porsi bahan bakar nabati dari total konsumsi energi sektor transportasi sebelum 2020, belum benar-benar dibatalkan. Hanya tenggang waktunya yang terus diundur dari yang semula 2010 menjadi 2020, karena protes gencar dari kalangan yang menentang dengan alasan rencana itu akan membuat manusia kelaparan.
Dengan memanfaatkan aturan keterbukaan informasi Reuters meminta lembaga riset Ispra yang berbasis di Italia yang mengenraaajakan riset Uni Eropa tentang bahan bakar nabati, untuk membuka hasil riset mereka.
Hasilnya, Ispra memperkirakan Eropa butuh lahan perkebunan seluas wilayah Denmark untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar nabatinya.
Luas Denmark lebih kurang 43,098 kilometer persegi atau sekitar 4,3 juta hektar, Ispra membulatkannya menjadi empat setengah juta hektar, atau satu persen dari total 430 juta hektar luas gabungan wilayah negara-negara uni eropa.
Satu persen lahan hanya untuk menghasilkan tujuh persen porsi bahan bakar nabati bagi seluruh sistem transportasi Eropa? Itu artinya hanya sekitar tujuh liter dalam setiap 100 liter yang dibakar oleh sektor transportasi. Lalu berapa hektar lahan yang harus disulap menjadi perkebunan bila Eropa ingin menggunakan 100 persen bahan bakar nabati untuk sistem transportnya saja?
Angka itu muncul dari sejumlah perhitungan, di antara yang berikut ini; untuk membuat bahan bakar nabati mesin diesel setara dengan satu juta ton bahan bakar konvesional, akan ada lahan seluas 341.600 hektar yang terkena dampak tidak langsung. Dan untuk membuat bahan bakar ethanol yang setara dengan satu juta ton bahan bakar konvensional akan timbul dampak bagi sekitar 386.400 hektar lahan.
Dampak pencemaran lingkungan juga masih ada dalam produksi bahan bakar nabati yang timbul dari pembukaan lahan dengan cara dibakar yang sejatinya sudah menghapus manfaat dari bahan bakar nabati yang diklaim memiliki tingkat pencemaran rendah.
REUTERS | WIKIPEDIA | RONALD