TEMPO Interaktif: Sylvia Sumarlin gemas bukan kepalang. Orang nomor satu di PT Xirca Dama Persada ini meminta pemerintah tak terlalu kaku menerapkan standar layanan WiMAX di Indonesia.
Xirca adalah salah satu perusahaan pembuat chipset WiMAX tipe 16e, selaku standar WiMAX yang diaplikasi secara luas di seluruh dunia. Namun, seperti kita tahu, pemerintah berkukuh memakai standar 16d.
“Chipset dengan standar 16d sudah tak laku di pasar luar negeri,” kata Sylvia, dengan nada gemas.
Tapi pemerintah bergeming. Juru bicara Kementrian Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewa Broto, mengatakan pihaknya menghargai alasan Sylvia. “Tapi menjadi komitmen pemerintah untuk mendongkrak industri dalam negeri dengan standar 16d,” katanya.
Itulah satu riak dalam implementasi WiMAX di Indonesia. WiMAX atau Worldwide Interoperability for Microwave Access adalah teknologi jaringan pita lebar berkecepatan tinggi yang bisa mencapai 70 megabita per detik.
Indonesia memang memilih jalan tak populer dalam implementasinya. Bila standar yang populer di dunia adalah 16e, Indonesia justru memilih 16d di frekuensi 2,3 GHz dan mensyaratkan komponen cip buatan lokal.
Tender bagi operator dibuka pada 2007. Namun, baru pada Juli 2008 terpilih sembilan dari 20 peserta yang memenangkan lisensi berdasarkan zonasi. Mereka adalah PT Telkom, PT Indosat Mega Media, PT Internux, PT First Media, PT Jasnita Telekomindo, PT Berca Hardayaperkasa, PT Konsorsium Wimax Indonesia, Konsorsium PT Comtronics Systems, dan PT Adiwarta Perdania.
Masalahnya, di tengah jalan empat perusahaan dicabut lisensinya gara-gara terlambat membayar. Kini tinggal PT Telkom Tbk, PT Indosat Mega Media, PT Jasnita Telekomindo, PT Berca Hardayaperkasa, dan PT First Media Tbk.
Dari kelimanya, baru dua perusahaan yang mulai mengimplementasikan WiMAX di Indonesia. Pada Juni lalu, First Media dengan nama layanan Sitra mulai menggelar jaringannya di seputar Karawaci dan setahun lagi diharapkan sudah mencakup Jakarta.
First media memenangi tender jaringan tetap lokal WiMax di Zona 1 wilayah Aceh dan Sumatera Bagian Utara dan Zona 4 di wilayah Jabotabek. Di luar Jawa First Media akan membuat Medan menjadi kota pertama yang akan merasakan teknologi generasi keempat ini.
First Media mempersiapkan investasi sebesar US$ 100 juta untuk infrastruktur, termasuk 1.500 base transceiver station (BTS). Saat ini mereka menggandeng tujuh perusahaan penyedia menara.
Satu perusahaan lain, PT Berca Hardaya Perkasa, akan menyusul pada Oktober.
Berca dengan nama layanan Wigo akan menggarap kawasan luar Jawa, sesuai lisensinya. Mereka akan mulai di Medan dan Balikpapan, lalu menyusul kota-kota besar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Bali.
Ketiga operator yang lain memang belum terdengar gaungnya. Namun mereka belum melanggar aturan. Gatot mengatakan, batas waktunya adalah dua tahun setelah izin prinsip dikantongi.
"Harapan kami sih setahun setelah dapat izin prinsip untuk termin pertama," ujar Gatot. Bila batas waktu dua tahun terlewati, izinnya akan dicabut.
Bagaimana dengan industri komponennya? Paling tidak sudah tercatat beberapa perusahaan pembuat chipset yang bekerja. Di antaranya adalah PT Teknologi Riset Global, PT Harrif Daya, PT Inti, PT Gema Teknologi Indonesia, PT Realta Chakradarma, PT Panggung Elektrik Citabuana, PT Berca Cakra Teknologi, PT Jetcoms Netindo, PT Xirca Dama Persada, PT LEN Industri Persero, dan PT Olex Cables Indonesia.
Umumnya mereka sepakat dengan standar pemerintah, kecuali PT Xirca yang mencoba menawarkan standar 16e. Rupanya, Xirca ingin berekspansi juga ke luar negeri. “Penggunaan teknologi 16e ini sudah tak terbendung,” katanya.
DEDDY SINAGA | DIAN YULIASTUTI