TEMPO.CO, Paris -Penasihat untuk Kebijakan Lahan dari The Nature Conservancy, Wahjudi Wardoyo, menyebut hutan tropis Indonesia menyimpan banyak potensi untuk membangun sektor energi. Mikroba, misalnya, yang banyak ditemukan di hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi.
"Karena itu, menjaga hutan tropis, hutan kita, menjadi sangat penting," kata dia dalam sela-sela Konferensi Perubahan Iklim ke-21 Paris (COP21 Paris), Prancis, Jumat, 4 Desember 2015.
Selama ini banyak orang menganggap mikroba sebagai penyakit. Padahal, sebaliknya. Mmenurut riset yang ada selama ini, Wahjudi menjelaskan, mikroba akan menjadi sumber pangan dunia. Ada tiga golongan besar mikroba. Yakni, bakteri, jamur bersel satu, dan virus.
Selain mikroba, setidaknya ada tiga hal lainnya yang bisa dimanfaatkan dari hutan tropis Indonesia. Berikut selengkapnya:
1. Mikroba
Pada 2050, ujar Wahjudi, penduduk bumi diprediksi akan berjumlah sebanyak 9,6 miliar orang. Dan apabila tidak diseimbangi dengan ketahanan pangan, masyarakat dunia akan mengalami kekurangan pangan hingga 30 persen. "Untuk mengatasi itu, dunia butuh mikroba," kata Wahjudi. Namun, bukan berarti mikroba diubah dalam bentuk makanan. Melainkan, Wahjudi menjelaskan, dijadikan pupuk rekayasa.
2. Energi Generasi Kedua dan Ketiga
Riset dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkap hujan tropis memiliki banyak potensi biomassa dan bioetanol. Penelitian LIPI, misalnya, menemukan sejenis jaur yang berada di dalam larva penggerak batang pohon di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dari kayu keras daerah ini, kata Wahjudi, banyak ditemukan larva.
Nah, dari dalam perut larva itulah ditemukan jamur yang dapat mengubah serat kayu, tisu, dan sampah menjadi bioetanol. Proses inilah yang disebut sebagai sumber energi generasi kedua dan ketiga. "Kita butuh sumber energi yang seperti ini," ujarnya.
Alasan Wahjudi masuk akal. "Sebab, jika hanya mengandalkan energi sumber pertama, seperti minyak sawit, kita akan ketinggalan," kata dia. Wahjudi menyayangkan pembalakan liar dan alih fungsi hutan yang terjadi di Indonesia. "Karena menyia-yiakan sumber energi baru-terbarukan."
3. Obat-obatan
Hutan Indonesia yang mengandung banyak keanekaragaman hayati yang menyimpan potensi pengembangan obat-obatan. Wahjudi menyebutkan, 80 persen obat dunia berasal dari flora dna fauna. Bahkan, kata dia, obat-obatan kimia sintesis tak mampu mengalahkan keampuhan obat-obatan alami.
Mengutip studi U.S. Cancer Institute, Wahjudi mengatakan, obat-obatan alami dan ampuh paling banyak berasal dari hutan hujan. Setidaknya, ada 2.000 jenis keanekaragaman hayati hutan tropis yang memiliki bioaktif dalam mengobati kanker. Dari total tersebut, baru satu persen yang dapat dimanfaatkan.
4. Karbon
Peran penting lain hutan tropis adalah mengikat banyak karbon. Jumlah karbon yang dapat ditahan sekitar 100-200 ton per hektare untuk huta sekunder dan 200-300 ton per hektare untuk hutan primer. Sedangkan hutan monokultur hanya mampu menahan karbon sebanyak 50 ton per hektare. Karena itu, Wahjudi meminta untuk tidak melihat hutan dari segi ekonominya saja. "Tapi lihatlah manfaat yang bisa diambil dari keanekaragaman hayatinya," tutur dia.
Data Kementerian Kehutanan 2013 (kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) menyebutkan masih ada 12,5 juta hektare hutan primer, 14,6 juta hektare hutan lindung, 2,9 juta hektare hutan produksi konservasi, 10 juta hutan produksi terbatas, dan 4,5 juta hutan produksi. Mulai sekarang, Wahjudi mengatakan, perlu ada tata ruang hutan dan kajian lingkungan hidup strategis demi masa depan.
AMRI MAHBUB (PARIS)